Thursday, April 22, 2010
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER (5)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis data penelitian serta pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbedaan nilai rata-rata atau mean antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol tidak signifikan karena p > 0,05 atau dapat diartikan tidak ada perbedaan nilai rata-rata kepercayaan diri kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
2. Ada perbedaan nilai rata-rata antara pre test dengan post test pada kelompok kontrol yang signifikan namun bila dilihat dari rata-rata antara skor pre test dengan skor post test dapat diartikan setelah perlakuan pada kelompok kontrol mengalami penurunan kepercayaan diri.
3. Ada perbedaan nilai rata-rata antara pre test dengan post test pada kelompok eksperimen yang sangat signifikan namun bila dilihat dari rata-rata antara skor pre test dengan skor post test dapat diartikan subyek pada kelompok eksperimen mengalami kenaikan skor kepercayaan diri setelah adanya perlakuan. Artinya mendukung hipotesis yang diajukan untuk diterima
4. Ada perbedaan nilai rata-rata post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yang sangat signifikan, dimana kelompok eksperimen mempunyai nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.
B. Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis berpengaruh kepercayaan diri siswa kelas X dalam menghadapi ujian semester. Oleh karena itu disarankan:
1. Kepada siswa kelas X SMA Negeri I karanganyar
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, dapat diketahui bahwa pelatihan kepercayaan dir menggnakan metode hipnosis dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa, sehingga diharapkan siswa-siswi mau mengikuti pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis tersebut untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi ujian semester.
2. Bagi Pendidik (kepala sekolah ataupun guru)
Kegiatan pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis ini telah terbukti dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi ujian semester. Oleh karena itu kepala sekolah ataupn guru ataupun lembaga pendidikan sebagai pihak yang memiliki peranana penting bagi kelancaran siswa dalam menghadapi ujian semester salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan (melalui pendekatan sumber daya manusia dengan menggunakan) metode pelatihan, salah satunya adalah pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hypnosis.
3. Bagi Masyarakat
Kegiatan pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis ini telah terbukti dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi ujian semester oleh karena itu bagi masyarakat umum diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang usaha-usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya terhadap kepercayaan diri dengan menggunakan metode hipnosis.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema ini, diharapkan dapat mengungkap lebih dalam lagi mengenai penyebab kepercayaan diri yang dialami subyek penelitian, dan memperhatikan kontrol terhadap variabel penelitian.
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER (4)
LAPORAN PENELITIAN
Bayu W
Setiyo Purwanto
A. Persiapan Penelitian
Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian, adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Orientasi kancah penelitian
Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum penelitian dilaksanakan adalah perlunya memahami kancah atau tempat penelitian dan mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan jalannya penelitian. Pada penelitan ini sekolah yang menjadi tempat penelitian, yaitu Sekolah Menengah Atas Negeri I Karanganyar, yang bertempat di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten karanganyar, Jawa Tengah. Sedangkan subjek penelitian yang digunakan adalah kelas X. Alasan penulis memilih sekolah tersebut karena sekolah ini adalah sekolah yang pertama kali di Karanganyar yang mempunyai standar internasional yang baru dilaksanakan pada tahun ajaran 2009. Dengan demikian peneliti berharap untuk mendapatkan subjek siswa di SMA N I Karangayar. Orientasi awal dilakukan pada awal bulan November 2009, dengan menanyakan kepada pihak sekolah tentang prosedur yang harus dilalui untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
Pada sekolah ini siswa kelas X adalah siswa yang baru pertama kali diberikan kurikulum dengan sekolah bertaraf internasional (SBI). Dimana siswa tersebut tidak mengetahui jenis soal ujian semester pada sekolah yang bertaraf internasional, sehingga dapat mempengaruhi kepercayaan diri siswa dalam menghadapi ujian semester. Sekolah ini mempunyai visi “ Berbasis Teknologi, Unggul dalam Prestasi, Luhur dalam Budi Pekerti dan Berwawasan Internasional”. Misi sekolah menengah atas negeri satu karanganyar ini adalah :
1. Menyelenggarakan pelayanan sekolah yang berbasis Teknologi Informasi
2. Meningkatkan prestasi akademik dan non akademik sesuai dengan bakat, minat dan potensi siswa sesuai dengan tuntutan era globalisasi
3. Membentuk karakter siswa beriman, bertaqwa, berbudi luhur sesuai dengan agama dan nilai-nilai budaya daerah
4. Mewujudkan rasa kebersamaan, kerukunan, kekeluargaan yang harmonis serta saling menghormati intern dan antar warga sekolah dengan masyarakat.
5. Menjalin hubungan dengan sekolah bertaraf internasional dalam negeri maupun luar negeri.
2. Persiapan pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kepercayaan diri. Skala kepercayaan diri digunakan sebagai pengumpulan data sebelum perlakuan diberikan (pre-test) dan setelah perlakuan diberikan (post-test).
a. Skala Kepercayaan Diri
Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Anthony (1992) yaitu rasa aman, ambisi normal, yakin akan kemampuan diri, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi, dan optimis. Terdiri dari 25 aitem favorable dan 25 aitem non favorable.
Skala yang diberikan pada subjek penelitian ini menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban. Modifikasi skala Likert meniadakan kategori jawaban yang di tengah, berdasarkan tiga alasan. Pertama, kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum mempunyai jawaban atau keputusan, bisa juga diartikan netral yaitu setuju pun tidak, tidak setuju pun tidak, atau ragu-ragu. Kategori jawaban arti ganda (multi interpretable) ini tentu tidak diharapkan dalam suatu instrument. Kedua, tersedianya yang di tengah ini menimbulkan kecenderungan jawaban, ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawaban, ke arah setuju ataukah tidak setuju. Ketiga, maksud kategori SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau tidak setuju.
Tabel 2
Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Sebelum Uji Coba
Aspek Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Perasaan aman 2, 5, 31, 45 13, 22, 29, 35 8
Ambisi normal 1, 21, 23, 32 6, 26, 36, 46 8
Yakin akan kemampuan diri 7,18, 33, 34, 38 17, 24, 30, 40, 50 10
Mandiri 16, 25, 27, 44 3, 8, 43, 47 8
Toleransi 10, 11, 28, 42 14, 20, 48, 49 8
Optimis 9, 19, 37, 39 4, 12, 15, 41 8
Jumlah 25 25 50
3. Pelaksanaan uji coba
Setelah angket tersusun dan telah ditentukan skoringnya selanjutnya dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, kemudian berdasarkan izin dari dosen pembimbing dan kepala sekolah maka uji coba dilaksanakan pada tanggal 23 November 2009 dengan subjek yang berjumlah 47 orang dari dua kelas yaitu kelas X2 dan X3. Uji coba angket digunakan untuk mendapatkan data yang digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas aitem pada angket kepercayaan diri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling yaitu masing-masing kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian, oleh karena itu digunakan cara pengundian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kelas-kelas untuk didaftar sebagai anggota populasi yang kemudian menulisnya di kertas lalu dikocok kemudian diambil dua kertas. Adapun kelas yang terpilih untuk menjadi subjek untuk uji coba (try out) adalah kelas X2 dan X3. alat pengumpul data menggunakan angket kepercayaan diri. Dari 50 angket yang disebar dapat terkumpul 47 angket, 3 angket yang lain tidak diisi oleh siswa.
4. Pelaksanaan Skoring
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan skor untuk keperluan analisis data. skor untuk masing-masing skala bergerak dari satu sampai empat dengan memperhatikan sifat aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukng). Skor tertinggi dari masing-masing aitem adalah empat, sedangkan nialai tererndah adalah satu, kemudian skor yang diperoleh masing-masing subjek penelitian ini dipakai dalam perhitungan validitas dan reliabilitas.
5. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
Perhitungan mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Sevice Solution) for windows versi 15.
Parameter indeks daya beda item, yang diperoleh melalui korelasi antar skor masing-masing item dengan skor total, sehingga dapat ditentukan item-item yang layak dan yang tidak layak untuk dimasukkan dalam skala penelitian. Seleksi atau dasar pengambilan keputusan aitem yang valid dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5%. Hadi (2000) membatasi aitem yang memiliki indeks korelasi diatas 0,20 dianggap sahih (memuaskan) dan item-item dibawah 0,20 dianggap gugur (tidak memuaskan). Dalam penelitian ini peneliti membatasi bahwa item-item dianggap memuaskan bila rxy lebih dari 0,294. nilai tersebut diperoleh dengan cara, df= jumlah kasus/subjek yang digunakan untuk uji coba dengan jumlah 47 dikurangi 2 = 45 dan tingkat signifikansi sebesar 5%, sehingga r tabel yang diperoleh adalah 0,294. Jika nilai corrected item-total correlation pada hasil analisis positif dan lebih tinggi dari 0,294 maka item dinyatakan valid, sebaliknya jika nilai corrected item-total correlation pada hasil analisis negatif dan lebih kecil dari 0,294 maka item dinyatakan tidak valid.
Dari uji validitas angket atau skala kepercayaan diri menunjukkan dari 50 item yang diuji cobakan terdapat 35 item yang valid dan 15 item yang dinyatakan gugur yaitu item nomer 1, 9, 13, 14, 19, 25, 33, 35, 36, 38, 40, 41, 42, 43, 47. Item yang valid mempunyai koefisien validitas (corrected item-total correlation) bergerak dari 0,339-0,764 dengan koefisien reliabilitas alat ukur (alpha) sebesar 0,911. susunanitem angket kepercayaan diri yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 3.
TABEL 3
Nomer Item Angket Kepercayaan Diri
Yang Valid dan Gugur
Aspek Nomor Aitem Jumlah
Valid Gugur
Perasaan aman 2, 5, 22, 29, 31, 45 13, 35 8
Ambisi normal 6, 21, 23, 26, 32, 46 1, 36 8
Yakin akan kemampuan diri 7, 17, 18, 24, 30, 34, 50 33, 38, 50 10
Mandiri 3, 8, 16, 27, 44 25, 43, 47 8
Toleransi 10, 11, 20, 28, 48, 49 14, 42 8
Optimis 4, 12, 15, 37, 39 9, 19, 41 8
Jumlah 35 15 50
6. Penyususnan Angket Setelah Uji Coba
Setelah diadakan try out angket kepercayaan diri, dari 50 item diperoleh 35 item yang berkorelasi signifikan dan 15 item yang dinyatakan tidak berkorelasi signifikan, maka item-item yang dianggap tidak memenuhi syarat tidak digunakan atau dibuang.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan angket baru berdasarkan item-item yang memenuhi syarat dan telah diketahi tingkat reliabilitasnya. Adapun susunan angket baru tersebut adalah seperti pada tabel 4 berikut ini :
Tabel 4
Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Setelah Uji Coba
Aspek Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Perasaan aman 1(2), 4(5), 25(31), 31(45) 17(22), 23(29) 6
Ambisi normal 16(21),18(23), 26(32) 5 (6), 20(26), 32(46) 6
Yakin akan kemampuan diri 6(7), 14(18), 27(34) 13(17), 19(24), 24(30), 35(50) 7
Mandiri 12(16), 21(27), 30(44) 2(3), 7(8) 5
Toleransi 8(10), 9(11), 22(28) 15(20), 33(48), 34(49) 6
Optimis 28(37), 29(39) 3(4), 10(12), 11(15) 5
Jumlah 18 17 35
Keterangan :
Nomer item dalam tanda kurung adalah nomer item sebelum uji coba
Nomer item tanpa tanda kurung adalah nomer item untuk penelitian.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N I Karanganyar. Dalam penelitian ini masing-masing kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian, oleh karena itu digunakan cara pengundian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kelas-kelas untuk didaftar sebagai anggota populasi dan kemudian mengundinya atau biasa disebut cluster random sampling.
Adapun proses penentuan subjek adalah sebagai berikut : jumlah kelas secara keselruhan pada kelas X ada 9 kelas mulai kelas X1 hingga X9, namun kelas X2 dan X3 sudah digunakan sebagai subjek uji coba sehingga masih tersisa tujuh kelas. Sisa kelas dari uji coba itu diundi untuk mengambil dua kelas dimana salah satu kelas akan menjadi kelompok eksperimen dan kelas yang lain menadi kelompok kontrol, dari hasil pengundian kelas yang terpilih sebagai kelompok eksperimen adalah kelas X5, sedangkan yang menjadi kelompok kontrol adalah kelas X4.
2. Pelaksanaan Pelatihan
a. Kelompok Eksperimen
Pelaksanaan pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis dilaksanakan di ruang kelas X5 Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Karanganyar pada tanggal 30 November 2009. Pelaksanaan dimulai mulai pukul 08.00 WIB-12.40 WIB. Pertama, peneliti memperkenalkan diri dan memberikan ice breaking berupa permainan konsentrasi selama kurang lebih 30 menit. Ice breaking diberikan agar mencairkan suasana dan menjalin keakraban antara peserta dengan peneliti. Selanjutnya, peserta diberikan lembar persetujuan untuk mengikuti proses penelitian dan pelatihan untuk diisi. Setelah itu peserta mengisi daftar riwayat kesehatan yang berfungsi untuk mengetahui kesehatan siswa agar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pelatihan, peneliti dapat menanggulanginya lebih cepat.
Partisipan penelitian kelompok eksperimen berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Adapun nama-nama partisipan dapat dilihat pada lampiran K.
Mulai pukul 08.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB siswa mengisi angket kepercayaan diri yang digunakan sebagai data awal penelitian (pre-test). Setelah peserta mengisi angket kepercayaan diri untuk pre-test, peneliti mengenalkan trainer pelatihan dan kegiatan berikutnya dipandu oleh trainer. Trainer dalam pelatihan ini adalah Hendri Harjanto, CH,CI, NLP. Beliau adalah seorang hipnoterapis asal Yogyakarta berlisensi dari Indonesian Board of Hipnoterapi (IBH) dan paraktisi NLP. Trainer menjelaskan mengenai hipnosis terlebih dahulu yang disebut juga teknik pre induksi agar peserta tidak merasa takut ketika dihipnosis dan melakukan uji sugestibilitas dahulu menggunakan teknik Arm Rising and falling test. Teknik Arm Rising and falling test adalah teknik uji sugetibiltas dalam hipnosis, dimana subjek duduk sambil memejamkan mata dengan kedua tangan kedepan lalu siswa diminta untuk membayangkan atau mengimajinasikan bahwa di tangan kanan diikatkan seratus balon gas yang menarik tangan kanannya ke atas dan di tangan kiri di berikan beban batu bata seberat 100 kilogram yang menekan tangan kirinya kebawah. Test atau uji sugestibilitas ini digunakan untuk mengetahui apakah mereka sugestif atau tidak. Dari hasil observasi seluruh peserta merupakan orang yang sugestif yang ditunjukkan dengan gerakan tangan seluruh subjek tangan kanan ke atas dan tangan kiri ke bawah sehingga sangat membantu terahadap proses hipnosis. Setelah dilakukan uji sugestibilitas, trainer melanjutkan kedalam proses induksi menggunakan teknik relaksasi atau kelelahan pada sistem syaraf. Teknik ini dalah teknik yang digunakan untuk membuat subjek menjadi tidur hipnotik dengan cara subyek diminta untuk berimajinasi dan merasakan bahwa seluruh tubuh subyek terasa lelah dan subyek diminta untuk merilekskan seluruh otot-otot tubuh subyek mulai dari kepala sampai ke ujung kaki setelah itu subyek diminta untuk tidur. Proses selanjutnya adalah deepening. Proses ini berfungsi untuk membawa subyek untuk tidur lebih dalam sehingga subyek masuk dalam kondisi alpha atau theta. Setelah itu masuk dalam proses sugesti dimana subyek diberikan avirmasi atau kata-kata sugesti yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menghadapi ujian semester dan diberikan anchor atau kunci dimana subyek ketika menggenggam ibu jari tangan kirinya maka subyek akan merasa percaya diri. Selanjutnya pada tahap akhir subyek dibangunkan atau proses awakening dari tidur hipnosisnya.
Setelah proses awakening dilakukan trainer dan peneliti mengevaluasi apakah anchor yang diberikan sudah berpengaruh atau belum, dengan cara subyek diminta untuk menggenggam ibu jari tangan kirinya, lalu subyek yang tidak merasakan kepercayaan dirinya bertambah ketika menggenggam ibu jari tangan kirinya diminta tunjuk tangan. Dari hasil observasi seluruh subyek merasakan kepercayaan dirinya meningkat setelah menggenggam ibu jari tangan kirinya yang ditunjukkan bahwa tidak ada subyek yang tunjuk tangan. Setelah evaluasi dilakukan pada pukul 12.15 WIB subyek diminta untuk mengisi angket kepercayaan diri yang digunakan sebaagai data pembanding (post-test).
b. Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol adalah kelompok pembanding untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan setelah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol ini diberikan placebo ata percobaan bias dengan cara sharing with alumni. Namun sebelum diberikan perlakuan plasebo subyek mengisi angket kepercayaan diri, setelah diberikan perlakuan plasebo tersebut subyek mengisi lagi angket kepercayaan diri. Pada kegiatan sharing ini subyek diberikan cerita mengenai perjalanan hidup bapak Hendri Harjanto, SE, CH, CI, NLP dalam merintis usaha roti bakar kuah dan cara merintis Event Organizer yang beliau miliki. Kegiatan dimulai pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB.
Pengambilan data pada kelompok kontrol dilaksanakan di ruang kelas X4 SMA Negeri I Karanganyar. Ruangan yang digunakan memakai kursi dan meja agar partisipan lebih santai dalam mendengar dan menyimak. Kegiatan ini berpartisipan penelitian kelompok kontrol berjumlah 33 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Adapun nama-nama partisipan dapat dilihat pada lampiran K.
3. Pengumpulan Data
Pelaksanaan Pengumpulan pada kelompok eksperimen data berupa skala kepercayaan diri dilaksanakan pada tanggal 30 Desember 2009 sebelum pelaksanaan pelatihan kepercayaan diri dilaksanakan yang digunakan sebagai data awal (pre test) yang diawali dengan cara menjelaskan bagaimana cara mengisi angket dan pengajuan pertanyaan kepada peneliti. Pada hari yang sama setelah dilaksanakan pelatihan maka diberikan lagi skala kepercayaan diri yang digunakan sebagai data pembanding (post test). Pelatihan ini menggunakan metode hipnosis yang mempunyai lima tahapan berturut-turut yaitu pre-induction, induction, deepening, sugestion, dan awakening. Adapun jadwal pelatihan yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 5
Jadwal Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis
HARI/TANGGAL JAM MATERI PEMANDU
Senin,
30 November 2009 08.00-09.00 Ice breaking, pengisian lembar persetujuan dan Daftar Riwayat Kesehatan serta pengisian angket (pre test) Peneliti
09.00-10.00 Pre induksi / uji sugetibilitas Trainer
10.00-10.30 Induksi Trainer
10.30-11.00 deepening Trainer
11.00-11.55 sugesti Trainer
11.55-12.10 Awakening Trainer
12.10-12.40 Post test I dan penutupan Peneliti
Untuk kelompok kontrol, pengumpulan data berupa skala kepercayaan diri dilakukan pada tanggal 30 November 2009 berikut data awal (pre-test) dan data pembanding (post-test). Adapun jadwal kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 6
Susunan Acara Kelompok Kontrol
Hari, Tanggal Waktu Materi Pemandu
Senin,
30 November 2009 13.00 – 13.05 Pembukaan Peneliti
13.05 – 13.20 Pre Test Peneliti
13.20 – 13.40 Sharing Trainer
13.40- 14.00 Post test dan Pentup Peneliti
C. Analisis Data dan Interpretasi
Sebelum analisis dilaksanakan, terlebih dahulu dilaksanakan uji asumsi yang meliputi uji normalitas, homogenitas dan uji hipotesis menggunakan uji-t (t-test). Uji asumsi ini dilakukan dengan bantuan program SPSS Versi 15 for windows program.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Melalui uji normalitas sebaran dapat diketahui normal atau tidaknya penyebaran dari data variabel penelitian. Hasil uji normalitas sebaran dari variabel kepercayaan diri memiliki sebaran yang normal dengan nilai Kolmogorof Smirnof (KS-Z = 0,833); p = 0,492 pada pre-test dan (KS-Z = 0,811); p = 0,526 pada post-test untuk kelompok eksperimen dan (KS-Z= 0,797); p = 0,550 pada pre-test dan (KS-Z=0,806); p = 0,534 pada post-test untuk kelompok kontrol yang berarti pada masing-masing kelompok sebarannya normal. Dikatakan sebaran data normal apabila p > 0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi observasi (fo) dengan frekuensi hipotetik (fh) yang berarti variabel penelitian memenuhi distribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas Varians dilakukan untuk melihat apakah sampel yang dipakai dalam penelitian ini mempunyai kesamaan sifat atau ciri-ciri yang sama dengan populasinya. Berdasarkan hasil uji homogenitas varians dengan mengguanakan Lavene Statistic yang diambil dari data post test kelompok eksperimen dan post test kelompok kontrol diperoleh hasil untuk variabel kepercayaan diri mempnuyai nilai dari uji F Lavene Statistik 0,526 dengan signifikansi atau nilai p = 0,471. Bedasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel yang digunakan bersifat homogen karena nilai p lebih dari 0,05 (p>0,05).
2. Uji T (T-test)
a. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ”Ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggnakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa menghadapi ujian semester”.
b. Adapun kaidah menerima hipotesis apabila:
1. Tidak ada perbedaan nilai rata-rata pre test antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen
2. Tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara skor pre test dan post test pada kelompok kontrol atau nilai rata-rata post test lebih rendah daripada skor pre test.
3. Ada perbedaan nilai rata-rata pre test dan post test pada kelompok eksperimen, dimana nilai rata-rata post test lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pre test
4. Ada perbedaan nilai rata-rata antara skor post test kelompok eksperimen dengan skor post test pada kelompok kontrol, diamana nilai rata-rata post test kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata post test pada kelompok kontrol.
c. Uji Hipotesis
1. Uji T pada skor pre test kelompok eksperimen dengan kelompok pre test kelompk kontrol
• nilai t hitung = 0,350
• mean kelompok eksperimen = 84,53
• mean kelompok kontrol = 83,64
• nilai p = 0,728
• dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rerata pre test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol tidak signifikan karena p > 0,05 atau dapat diartikan tidak ada perbedaan nilai rata-rata kepercayaan diri kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Artinya mendukung hipotesis yang diajukan untuk diterima.
2. Uji T pada skor pre test dengan post test pada kelompk kontrol
• nilai t hitung = 0,350
• mean pre test = 83,64, mean post test = 83,00
• nilai p = 0,000
• dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rerata yang sangat signifikan antara skor pre test dengan post test pada kelompok kontrol namun bila dilihat dari rata-rata antara skor pre test dengan skor post test dapat diartikan setelah perlakuan pada kelompok kontrol mengalami penurunan kepercayaan diri. Artinya mendukng hipotesis yang diajukan untuk diterima.
3. Uji T pada skor pre test dengan post test pada kelompok eksperimen
• nilai t hitung = -12,046
• mean pre test = 84,53, mean post test = 105,88
• nilai p = 0,000
• dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rerata yang sangat signifikan skor antara pre test dengan post test pada kelompok eksperimen namun bila dilihat dari rata-rata antara skor pre test dengan skor post test dapat diartikan subyek pada kelompok eksperimen mengalami kenaikan skor kepercayaan diri setelah adanya perlakuan. Artinya mendukung hipotesis yang diajukan untuk diterima.
4. Uji T pada skor pada post test kelompok eksperimen dengan skor post test pada kelompok kontrol
• mean kelompok eksperimen = 105,88
• mean kelompok kontrol = 83,00
• nilai p = 0,000
• dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan nilai rata-rata post test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol , dimana kelompok eksperimen mempunyai nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Artinya mendukung hipotesis yang diajukan untuk diterima.
Berdasarkan hal diatas keempat kaidah yang diajukan mendukung hipotesis yang diajukan untuk diterima artinya bahwa ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggnakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa menghadapi ujian semester”.
D. Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keempat kaidah yang diajukan mendukung hipotesis yang diajukan diterima yaitu tidak ada perbedaan nilai rata-rata pre test antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara skor pre test dan post test pada kelompok kontrol atau nilai rata-rata post test lebih rendah daripada skor pre test, ada perbedaan nilai rata-rata pre test dan post test pada kelompok eksperimen dimana nilai rata-rata post test lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pre test, ada perbedaan nilai rata-rata antara skor post test kelompok eksperimen dengan skor post test pada kelompok kontrol diamana nilai rata-rata post test kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata post test pada kelompok kontrol.
Berdasarkan data diatas maka penelitian ini sesuai dengan tujuan dari penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui adanya pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa kelas X dalam menghadapi ujian semester. Serta sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa kelas X dalam menghadapi ujian semester yang artinya subyek setelah mengalami pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis mengalami peningkatan kepercayaan diri dibanding sebelum mengikuti pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa kelas X dalam menghadapi ujian semester bisa diterima. Karena perubahan rerata kepercayaan diri pada subyek lebih disebabkan karena adanya pelatihan kepercayaan diri menggunakana metode hipnosis.
Wills (dalam Retno, 2007) pelatihan adalah pemindahan pengetahuan dan keterampilan yang terukur dan yang telah ditentukan sebelumnya, oleh karena itu pelatihan harus memiliki tujuan dan metode yang jelas untuk menguji apakah pengetahuan dan keterampilan yang diberikan sudah dapat dikuasai. Sedangkan menurut True Love (1995) menyatakan bahwa pelatihan merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu. Elliot (2009), yang menyatakan bahwa hipnosis dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan konsentrasi dan meningkatkan kepercayaan diri. Jadi pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis akan membawa perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya peraasaan dan reaksi lebih percaya diri terhadap kemampuannya.
Dalam pelatihan tersebut subjek diberikan pemahaman dengan cara memberikan sugesti tentang konsep diri, harga diri serta pentingnya kepercayaan diri, dan membawa pengalaman subyek ketika subyek pernah mengalami rasa percaya diri dan memperkuatnya menggunakan teknik anchor. Dengan pemahaman tentang konsep diri dan adanya penerimaan diri tersebut individu akan menjadi lebih percaya diri (Franken, dalam Muniroh 2004). Sharon M. Valente, RN, CS, PhD, FAAN (2003), bahwa hipnosis dapat memperbaiki self-esteem, kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri
Menurut teori behaviorisme pengondisian klasik dari Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936) dan pengondisian operan dari Burrhus Frederick Skinner (1904 – 1990) membantu dalam proses induksi (proses mengantar klien sampai pada tidur hipnotik) dan sugesti posthipnotik (sugesti yang diberikan selama trans). Berdasarkan penelitian Ivan P Pavlov menjelaskan sugesti, otosugesti, dan daya sugesti (suggestibility) dalam hipnosis. Setiap kata yang disugestikan adalah stimulus. Dengan memberikan stimulus itu berulang kali, maka refleks terkondisikan akan muncul. Sedangkan Skinner menyatakan bahwa memberi penguatan yang baik akan menimbulkan respon positif yang nantinya akan bermanfaat dalam mengubah perilaku, mislnya contoh verbal yang biasa digunakan dalam hipnosis adalah ucapan “bagus” ketika klien mengikuti sugesti (dalam Kahija, 2007). Sehingga setelah subyek mendapatkan pelatihan dan diberikan sugesti maka subyek akan mengalami peningkatan kepercayaan diri.
E. Kelemahan Penelitian
Penelitian yang telah peneliti lakukan ini terbukti memiliki pengaruh terhadap kepercayaan diri, akan tetapi penelitian ini juga tidak lepas dari kekurangan atau kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain dari segi penyelengaraan, , metode dan materi serta variabel lain yang bisa mempengaruhi hasil penelitian.
Dari segi penyelenggaraan, pelatihan dilaksanakan hanya satu kali pertemuan. Materi pelatihan diberikan secara keseluruhan dalam waktu yang sangat singkat sehingga peserta merasa kesulitan untuk menyerap dan menerapkan materi yang telah didapatkan dalam pelatihan. Alangkah baiknya bila pelatihan tidak hanya satu kali pertemuan namun beberapa kali pertemuan dengan diberi jarak beberapa hari setiap pertemuannya. Dengan cara ini peserta pelatihan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari hari yang kemudian diungkapkan hasilnya pada pertemuan berikutnya. Selain itu tempat duduk yang kurang nyaman membuat subyek merasa kurang nyaman yang mempengaruhi proses hipnosis, alangkah lebih baik menggunakan kursi yang empuk atau dengan cara tidur berlaskan matras sehingga subyek merasa lebih nyaman dan proses hipnosis berjalan lebih baik serta subyek dapat mengalami trance yang lebih dalam..
Sedangkan variabel lain yang bisa mempengaruhi hasil penelitian seharusnya peneliti lebih banyak mempertimbangkan antara lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, budaya, serta pengalaman-pengalaman.
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER (3)
METODE PENELITIAN
Peneliti Bayu W dan Setiyo Purwanto
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas : Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis
2. Variabel Tergantung : Kepercayaan Diri
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi opersional adalah penegasan konstruk dan variabel yang digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya sehingga dapat menghindari salah pengertian dan penafsiran yang berbeda beda. (Muniroh, 2004)
Definisi operasional dari variabel variabel penelitian ini adalah:
1. Pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis adalah salah satu bentuk usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu, kali ini berkenaan dengan kepercayaan diri yang menggunakan metode hipnosis yang bertujuan unuk meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa dalam menghadapi ujian semseter.
2. Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah keyakinan individu dan kemampuan diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain, optimis dalam menghadapi permasalahan dan dapat mengatasinya dengan solusi yang tepat serta dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya, berpikiran positif sehingga mampu menghadapi suatu masalah dengan tenang. Untuk mengungkap kepercayaan diri digunakan skala kepercayan diri yang meliputi aspek aspek keyakinan akan kemampuan diri, optimisme, obyektif, bertanggung jawab serta rasional dan realistis serta rasa aman, ambisi normal, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi pula kepercayaan diri. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah pula kepercayaan diri.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu yang diselidiki, dimana memiliki paling sedikit satu sifat atau ciri yang sama untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subyek akan digeneralisasikan (Hadi, 1995). Generalisasi disini maksudnya adalah mengangkat kesimpulan sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N I Karanganyar.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian individu dari anggota populasi yang menjadi obyek penelitian atau yang diselidiki (Hadi, 1995) dengan demikian sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil umtuk penelitian. Wakil atau sampel inilah yang dikenai perilaku untuk diambil kesimpulan terhadap populasi, sehingga kesimpulan yang obyektif dapat dicapai apabila diperoleh sampel yang representatif, yaitu sampel yang benar-benar mencerminkan populasi (Suryabrata, 1990). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel yaitu dua kelas X SMA N I Karanganyar yang nantinya salah satu kelas menjadi kelompok eksperimen dan kelas lain menjadi kelompok kontrol
3. Teknik Sampling
Sampling adalah teknik atau cara untuk menentukan dan memilih sampel penelitian. Dalam penelitian ini masing-masing kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian, oleh karena itu digunakan cara pengundian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kelas-kelas untuk didaftar sebagai anggota populasi dan kemudian mengundinya atau biasa disebut cluster random sampling. Cluster random sampling dianggap ekonomis kerena obeservasi-observasi yang dilakukan terhadap cluster atau grup-grup sampel adalah mudah dan lebih ekonomis daripada terhadap sejumlah individu yang sama tetapi tempatnya berpencar tetapi tempatnya berpencar-pencar (Hadi,1995).
D. Metode dan Alat Pengumpul Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan alat ukur skala psikologi. Penggunaan skala pada penelitian ini didasarkan atas karekteristik skala sebagai alat ukur yang dikemukakan oleh Azwar (2008), yaitu:
a. Stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkapkan atribut yang hendak diukur melainkan indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
b. Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem.
c. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
1. Skala Kepercayaan Diri
Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Anthony (1992) yaitu rasa aman, ambisi normal, yakin akan kemampuan diri, mandiri, tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi, dan optimis. Terdiri dari 25 aitem favorable dan 25 aitem non favorable.
Skala yang diberikan pada subjek penelitian ini menggunakan skala Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban. Modifikasi skala Likert meniadakan kategori jawaban yang di tengah, berdasarkan tiga alasan. Pertama, kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum mempunyai jawaban atau keputusan, bisa juga diartikan netral yaitu setuju pun tidak, tidak setuju pun tidak, atau ragu-ragu. Kategori jawaban arti ganda (multi interpretable) ini tentu tidak diharapkan dalam suatu instrument. Kedua, tersedianya yang di tengah ini menimbulkan kecenderungan jawaban, ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawaban, ke arah setuju ataukah tidak setuju. Ketiga, maksud kategori SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden (Hadi, 1993).
Tabel 1
Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Aspek Nomor Aitem Jumlah
Favorable Unfavorable
Perasaan aman 2, 5, 31, 45 13, 22, 29, 35 8
Ambisi normal 1, 21, 23, 32 6, 26, 36, 46 8
Yakin akan kemampuan diri 7,18, 33, 34, 38 17, 24, 30, 40, 50 10
Mandiri 16, 25, 27, 44 3, 8, 43, 47 8
Toleransi 10, 11, 28, 42 14, 20, 48, 49 8
Optimis 9, 19, 37, 39 4, 12, 15, 41 8
Jumlah 25 25 50
E. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Suatu eksperimen dianggap valid jika variabel perlakuan benar-benar mempengaruhi perilaku yang diamati (variabel terikat) dan akibat-akibat yang terjadi pada variabel tersebut bukan karena variabel lain. Eksperimen tersebut juga dikatakan valid jika hasil suatu eksperimen itu dapat digeneralisasikan pada populasi lainnya yang berbeda subjek, tempat dan ekologinya (Latipun, 2006).
Sedangkan suatu tes dikatakan valid jika alat ukur tes itu mampu mengukur apa yang seharusnya diukur atau ukuran seberapa cermat alat ukur melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2007). Menurut Hadi (2004) prinsip validitas mengandung dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu kejituan dan ketelitian. Kejituan yaitu seberapa jauh pengukuran dapat mengungkap dengan jitu gejala gejala atau bagian-bagian yang diukur,
2. Reliabilitas
Azwar (2007) mengemukakan bahwa pada prinsipnya suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat tersebut menunjukkan sejauhmana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Suryabrata (1994) bahwa reliabilitas alat ukur merupakan keajegan pengukuran, sekiranya alat tersebut digunakan oleh orang yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas skala dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 15 for Windows Parameter Indeks.
F. Rancangan Eksperimen
Rancangan eksperimen dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Eksperimen (Pre-test Post-test Untreated Control Group Design) yaitu subjek dibagi menjadi dua kelompok secara random (Kardiyanto, 2006). Kelompok pertama disebut kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa pemberian pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Kelompok kedua disebut kelompok kontrol yang diberikan pelatihan yang tidak ada pengaruhnya terhadap kepercayaan diri. Kemudian dilakukan pengamatan atau pengukuran. Efek perlakuan dapat diketahui dari perbedaan hasil pengukuran antar dua kelompok.
Secara bagan rancangan eksperimen tersebut adalah, sebagai berikut :
Rancangan Eksperimen
Y1 X Y2 → KE
R =
Y1 -X Y2 → KK
Keterangan :
R = Random Assigment
X = Perlakuan (Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis)
-X = Tanpa Perlakuan / diberikan plasebo (percobaan bias)
Y1 = Pengukuran sebelum diberikan perlakuan
Y2 = Pengukuran setelah diberikan perlakuan
G. Rencana Pelaksanaan Eksperimen
Renacana pelaksanaan eksperimen ini akan dilaksanakan 3 hari sebelum ujian semester I atau sebelum hari juma’t tanggal 4 Desember 2009, yaitu pada hari selasa, tanggal 1 Desember 2009. Pada eksperimen ini terdiri dari beberapa tahapan/proses. Untuk memperlancar proses penelitian ini peneliti tidak memberikan perlakuan secara langsung, namun dibantu oleh hipnoterapis lain. Hal ini dimaksudkan agar peneliti terhindar dari bias yang dapat mencemari hasil penelitian. Trainer dalam eksperimen ini adalah Bapak Hendri Harjanto, SE, CH, CI, NLP. Beliau adalah seorang hipnoterapis bercertified dari Indonesian Board of Hipnoterapist (IBH) dan pakar Neuro Linguistik Program (NLP).
Secara garis besar prosedur pelatihan ini dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap persiapan. Tahap ini merupakan tahap yang berisi persiapan yang dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Langkah-langkah dalam tahap ini adalah (i) orientasi kancah penelitian, (ii) persiapan penyusunan alat penentuan subjek penelitian, (iii) Penyusunan skala penelitian (skala kepercayaan diri), (iv) dan penyusunan modul pelaksanaan pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis..
Pada bagian ini berisi langkah-langkah yang ditempuh selama proses penelitian. Adapun langkahnya adalah (a) penentuan subjek penelitian dengan melihat daftar peringkat siswa dan siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, (b) diskusi dengan Wakil Kepala Sekolah, (c) meminta perijinan untuk siswa dan siswi mengikuti kegiatan dan perijinan dari sekolah, (d) tahap pelaksanaan penelitian. Pada bagian ini berisi langka-langkah yang ditempuh selama proses penelitian. Adapun langkahnya adalah (i). Pembentukan rapport kepada subjek penelitian, (ii). Pembagian subjek penelitian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Prosedur pelaksanaan pada kelompok eksperimen
Pada kelompok eksperimen, pelatihan dimulai pada pukul 07.00-12.00 WIB. Pertama, peneliti memperkenalkan diri dan memberikan ice breaking berupa permainan konsentrasi selama kurang lebih 30 menit. Ice breaking diberikan agar mencairkan suasana dan menjalin keakraban antara peserta dengan peneliti. Selanjutnya, peserta diberikan lembar persetujuan untuk mengikuti proses penelitian dan pelatihan untuk diisi. Setelah itu peserta mengisi daftar riwayat kesehatan yang berfungsi untuk mengetahui kesehatan siswa agar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pelatihan, peneliti dapat menanggulanginya lebih cepat.
Mulai pukul 08.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB siswa mengisi angket kepercayaan diri yang digunakan sebagai data awal penelitian (pre-test). Setelah peserta mengisi angket kepercayaan diri untuk pre-test, peneliti mengenalkan trainer pelatihan dan kegiatan berikutnya dipandu oleh trainer. Trainer dalam pelatihan ini adalah Hendri Harjanto, CH,CI, NLP. Beliau adalah seorang hipnoterapis asal Yogyakarta berlisensi dari Indonesian Board of Hipnoterapi (IBH) dan paraktisi NLP. Trainer menjelaskan mengenai hipnosis terlebih dahulu yang disebut juga teknik pre induksi agar peserta tidak merasa takut ketika dihipnosis dan melakukan uji sugestibilitas dahulu menggunakan teknik Arm Rising and falling test. Teknik Arm Rising and falling test adalah teknik uji sugetibiltas dalam hipnosis, dimana subjek duduk sambil memejamkan mata dengan kedua tangan kedepan lalu siswa diminta untuk membayangkan atau mengimajinasikan bahwa di tangan kanan diikatkan seratus balon gas yang menarik tangan kanannya ke atas dan di tangan kiri di berikan beban batu bata seberat 100 kilogram yang menekan tangan kirinya kebawah. Test atau uji sugestibilitas ini digunakan untuk mengetahui apakah mereka sugestif atau tidak. Setelah dilakukan uji sugestibilitas, trainer melanjutkan kedalam proses induksi menggunakan teknik relaksasi atau kelelahan pada sistem syaraf. Teknik ini dalah teknik yang digunakan untuk membuat subjek menjadi tidur hipnotik dengan cara subyek diminta untuk berimajinasi dan merasakan bahwa seluruh tubuh subyek terasa lelah dan subyek diminta untuk merilekskan seluruh otot-otot tubuh subyek mulai dari kepala sampai ke ujung kaki setelah itu subyek diminta untuk tidur. Proses selanjutnya adalah deepening. Proses ini berfungsi untuk membawa subyek untuk tidur lebih dalam sehingga subyek masuk dalam kondisi alpha atau theta. Setelah itu masuk dalam proses sugesti dimana subyek diberikan avirmasi atau kata-kata sugesti yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menghadapi ujian semester dan diberikan anchor atau kunci dimana subyek ketika menggenggam ibu jari tangan kirinya maka subyek akan merasa percaya diri. Selanjutnya pada tahap akhir subyek dibangunkan atau proses awakening dari tidur hipnosisnya.
Setelah proses awakening dilakukan trainer dan peneliti mengevaluasi apakah anchor yang diberikan sudah berpengaruh atau belum, dengan cara subyek diminta untuk menggenggam ibu jari tangan kirinya, lalu subyek yang tidak merasakan kepercayaan dirinya bertambah ketika menggenggam ibu jari tangan kirinya diminta tunjuk tangan. Setelah evaluasi dilakukan subyek diminta untuk mengisi angket kepercayaan diri yang digunakan sebaagai data pembanding (post-test).
b. Prosedur pelaksanaan pada kelompok kontrol
Kelompok kontrol adalah kelompok pembanding untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan setelah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol ini diberikan placebo ata percobaan bias dengan cara sharing with alumni. Namun sebelum diberikan perlakuan plasebo subyek mengisi angket kepercayaan diri, setelah diberikan perlakuan plasebo tersebut subyek mengisi lagi angket kepercayaan diri. Pada kegiatan sharing ini subyek diberikan cerita mengenai perjalanan hidup bapak Hendri Harjanto, SE, CH, CI, NLP dalam merintis usaha roti bakar kuah dan cara merintis Event Organizer yang beliau miliki. Kegiatan dimulai pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik. Statistik merupakan cara cara ilmiah yang disiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisis data penelitian yang berwujud angka angka (Hadi, 1992)
Menurut Hadi (1992) statistik mempunyai tiga macam ciri pokok yaitu:
1. Statistik bekerja dengan angka angka, artinya angka tersebut menunjukan jumlah frekuensi dan nilai.
2. Statistik bersifat obyektif sehingga unsur unsur subyektif dapat dihindari, dalam arti statistik sabagai alat penilaian tidak dapat berbicara lain selain apa adanya.
3. Statistik bersifat universal, dalam arti dapat digunakan dalam setiap penelitian.
Untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan berdasarkan rancangan eksperimen yang telah ditetapkan maka teknik yang digunakan adalah statistik non-parametrik T-test atau uji-t , perhitungan selengkapnya akan menggunakan jasa komputer SPSS for windows program versi 15 .
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER (2)
LANDASAN TEORI
Peneliti Bayu W dan Setiyo Purwanto
A. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Secara terminologis kata percaya berarti yakin bahwa menang, benar atau menganggap pasti, jujur, kuat, baik dan sebagainya. Jadi, rasa percaya diri dapat berarti seseorang merasa yakin bahwa dirinya benar, kuat dan baik (Poerwadarminta, dalam Kusuma, 2005 ).
Rasa percaya diri adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri sehingga rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. (Santrock, 2003).
Kepercayaan diri secara sederhana bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. (Hakim, 2002). Kepercayaan diri mendorong seseorang untuk mencoba bidang bidang identitas baru, mengambil resiko positif, memajukan diri sendiri, dan mengembangkan kecakapan (Ellias, 2002).
Menurut Kumara (1992) orang yang memiliki percaya diri merasa yakin akan kemampuan dirinya sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya, serta mempunyai sikap positif yang didasari keyakinan akan kemampuannya.
Kepercayaan diri atau self confidence oleh Bandura (dalam Amalia, 2005) didefinisikan sebagai suatu keyakinan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Breneche dan Amich (dalam Amalia, 2005) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu perasaan cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dalam menentukan standar. Sebagian besar orang menganggap percaya diri adalah keyakinan pada kemampuan-kemampuan sendiri, keyakinan pada adanya sesuatu maksud di dalam kehidupan, dan kepercayaan bahwa, dengan akal dan budi, individu akan mampu melaksanakan apa yang akan individu tersebut inginkan, rencanakan, dan harapkan (Davies, 2004).
Menurut Sarason (dalam Kusuma, 2005) kepercayaan diri terbentuk dan berkembang melalui proses belajar baik secara individual maupun secara sosial. Secara individual, kepercayaan diri berkembang melalui pengalaman psikologis. Sedangkan proses belajar secara sosial kepercayaan diri diperoleh melalui interaksi individu dalam kegiatannya dengan orang lain.
Selain itu pendapat Dink Meer dan Loboncy (dalam Kusuma, 2004) pembentukan kepercayaan diri bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Menurut Anthony (1992) kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Hal senada juga diungkapkan oleh Santoso (dalam Ihdayati, 2000) bahwa rasa percaya diri muncul apabila individu dapat belajar mengenai diri sendiri dengan mencatat sebanyak mungkin aspek yang dimiliki, serta menerima diri apa adanya dengan segala aspek positif maupun negatif.
Sedangkan menurut Hambly (1989) kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan dan mampu menanggapi segala situasi dengan tenang. Pendapat ini didukung oleh Adler (dalam Kusuma, 2005), bahwa kepercayan diri seseorang muncul dengan adanya perasaan kompeten atau merasa dirinya mampu.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kepercayaan diri adalah keyakinan individu dan kemampuan diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain, optimis dalam menghadapi permasalahan dan dapat mengatasinya dengan solusi yang tepat serta dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya, berpikiran positif sehingga mampu menghadapi suatu masalah dengan tenang.
2. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kepercayaan Diri
Anthony (1992) berpendapat bahwa individu yang mempunyai kepercayaan diri cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada orang lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
Angelis (1997) mengemukakan bahwa kepercayaan diri yang dimiliki individu ditandai dengan:
a. Keyakinan atas kemampuan diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Individu mempunyai keyakinan atas kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa ia mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Keyakinan atas kemampuan menindaklanjuti segala perkara sendiri secara konsekuen. Yaitu mampu bertanggung jawab dengan kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
c. Keyakinan atas kemampuan pribadi dalam menanggulangi segala kendala. Merasa yakin bahwa dengan kemampuan yang dimiliki, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
d. Keyakinan atas kemampuan untuk memperoleh bantuan. Dengan mengerti kekurangan yang ada pada diri sendiri, dapat menerima pendapat orang lain dan memberi kesempatan pada orang lain. Dengan adanya kemampuan seperti itu, membuat individu mudah untuk memperoleh bantuan dari orang lain apabila sedang mengalami kesulitan.
Tidak jauh beda dengan ciri-ciri yang diuraikan di atas, Guillford (dalam Amalia, 2005) menyatakan bahwa orang mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri :
a. Merasa kuat terhadap apa yang dilakukan. Merasa yakin terhadap apa yang telah dilakukan dengan kemampuan sendiri.
b. Merasa dapat diterima oleh kelompoknya. Dengan kelebihan yang ada sehingga tidak merasa ragu lagi akan penolakan dari kelompok.
c. Percaya sekali pada dirinya sendiri serta mempunyai ketenangan sikap. Yakin pada kemampuan diri sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.
d. Merasa bebas untuk menentukan dirinya. Dengan adanya kemampuan pada diri, sehingga tidak tergantung dengan orang lain.
e. Dapat berkomunikasi dengan orang lain. Mampu untuk bersosialisasi dengan baik dengan tidak mementingkan diri sendiri.
f. Mempunyai pandangan aktif. Selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
Orang yang percaya diri yakin akan kemandiriannya, yakin pada dirinya sendiri sehingga tidak secara berlebihan mementingkan dirinya sendiri yang mengarah ke congkak, cukup toleran, selalu optimis, dan tidak perlu baginya untuk melakukan kompensasi dari keterbatasannya (Kumara, 1992).
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri adalah keyakinan atas kemampuan diri sendiri untuk melakukan sesuatu, menindaklanjuti segala perkara, menanggulangi segala kendala, dan dapat berkomunikasi dengan orang lain.
3. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1997, dalam Lia 2004) orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah :
a. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
c. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri,
d. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Jersild (dalam Kusuma, 2005), mengemukakan bahwa kepercayaan diri ditandai oleh kemampuan diri tanpa terpengaruh sikap atau pendapat orang lain, merasa optimis, tidak cemas, tidak khawatir, serta tidak ragu ragu dalam menghadapi masalah dan mengambil keputusan.
Menurut Anthony (1992), aspek kepercayan diri adalah:
a. Rasa aman. Terbebas dari perasaan takut, tidak ada kompetensi terhadap situasi atau orang orang disekitarnya.
b. Ambisi normal. Ambisi disesuaikan dengan kemampuan, tidak ada kompetensi dari ambisi yang berlebihan, dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan bertanggung jawab.
c. Yakin pada kemampuan diri. Merasa tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain.
d. Mandiri. Tidak tergantung dengan orang lain dalam melaksanakan sesuatu dan tidak membutuhkan dukungan orang lain.
e. Tidak mementingkan diri sendiri atau toleransi. Mengerti kekurangan yang ada pada diri sendiri, dapat menerima pendapat orang lain dan memberi kesempatan pada orang lain.
f. Optimis. Memiliki pandangan dan harapan yang baik tentang diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri, optimisme, objektif, bertanggung jawab, serta rasional dan realistis.
4. Faktor-faktor yang Mempegaruhi Terbentuknya Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a) Faktor internal, meliputi:
1. Konsep diri. Terbentuknya keperayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Menurut Centi (1995), konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
2. Harga diri. Meadow (dalam Kusuma, 2005 ) Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan dengan individu lain. Orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.
3. Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Lauster (1997) juga berpendapat bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang kentara.
4. Pengalaman hidup. Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.
b) Faktor eksternal meliputi:
1. Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony (1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
2. Pekerjaan. Rogers (dalam Kusuma,2005) mengemukakan bahwa bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga di dapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.
3. Lingkungan dan Pengalaman hidup. Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang (Centi, 1995). Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri (Drajat, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada individu, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi konsep diri, harga diri dan keadaan fisik. Faktor eksternal meliputi pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalaman hidup.
B. Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis
1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah salah satu bentuk belajar. Bentuk pelatihan yang diungkapkan oleh True Love (1995) menyatakan bahwa pelatihan adalah salah satu bentuk usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu. Tujuan dari pelatihan adalah untuk meningkatkan kinerja secara langsung. Sementara itu Wills (dalam Retno, 2007) mengungkapkan bahwa pelatihan adalah pemindahan pengetahuan dan keterampilan yang terukur dan yang telah ditentukan sebelumnya, oleh karena itu pelatihan harus memiliki tujuan dan metode yang jelas untuk menguji apakah pengetahuan dan keterampilan yang diberikan sudah dapat dikuasai.
Menurut Johnson dan Johnson (dalam Retno, 2007), experiental learning dapat didefinisikan sebagai penerapan action theory terhadap pengalaman pribadi, yang kemudian secara terus – menerus memodifikasi pengalaman tersebut agar meningkat efektifitasnya. Action theory menyatakan bahwa dalam satu tindakan (action) tertentu diperlukan untuk mencapai konsekuensi yang diinginkan dalam situasi yang ditentukan. Dalam situasi tertentu jika individu melakukan x, maka akan menghasilkan y. Dengan demikian dalam action theory terdapat tiga aspek penting: situasi, tindakan dan konsekuensi dari tindakan.
Tujuan dari experiental learning adalah untuk mempengaruhi pebelajar melalui tiga cara: (1) struktur kognitif pebelajar diubah, (2) sikap pebelajar dimodifikasi, (3) daftar keterampilan pebelajar diperluas. Ketiga elemen tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (dalam Retno, 2007).
Untuk kepentingan definisi yang jelas, Menteri Pekerjaan dan Tenaga kerja Perancis (dalam Retno, 2007) bahkan telah membatasi pelatihan sebagai suatu aktivitas yang (1) Memiliki tujuan yang ditetapkan, (2) Memiliki metode pengajaran yang khusus, (3) Memiliki siswa yang khusus, (4) Memiliki rencana penerapan yang jelas, (5) Hasilnya dapat diukur.
Proses pengajaran menurut Downs (dalam True Love, 1995) adalah proses untuk meningkatkan belajar dan pemahaman secara aktif didalam suatu dinamika kelompok. Sementara itu, Jhonson (dalam Retno, 2007) menyatakan bahwa proses pelatihan dapat dilakukan dengan belajar melalui pengalaman (experiental learning), yang prosesnya digambarkan dalam bagan berikut ini:
Experiencing
(Mengalami)
Appliying Publishing
(Menerapkan) (Mengutarakan)
Processing
(Mendiskusikan)
Bagan Experiental Learning
Keempat tahap ini akan selalu berputar dan membentuk siklus pembelajaran. Mula – mula para peserta pelatihan diharuskan mengalami materi yang akan dilatihkan, kemudian setelah mereka semua mengalami melalui permainan peran, simulasi atau pemahaman kasus, maka anak didik kemudian diminta untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan dan apa pula yang telah dilakukan dalam proses publishing. Setelah itu kemudian hasil pengalaman dan perasaan yang telah diutarakan, didiskusikan dengan seluruh anggota kelompok dan dikaitkan dengan materi yang telah diberikan pada awal pelatihan. Terakhir adalah penerapan pada dunia nyata. Demikian proses ini akan terus berlanjut sehingga membentuk suatu siklus Muniroh (dalam Retno, 2007).
Pelatihan merupakan proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu (Sikula, 1976).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah salah satu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu dan didalam proses usaha tersebut melalui beberapa tahap yaitu, mengalami, mengutarakan, mendiskusikan dan selanjutnya menerapkan di dalam kehidupan nyata.
2. Analisis Kebutuhan Pelatihan
Menentukan kebutuhan pelatihan bukan hal sederhana sebab kebutuhan pelatihan terkait dengan siapa yang dilatih, terkait dengan tujuan pelatihan, untuk kebutuhan siapa pelatihan itu dilakukan, siapa penyelenggara pelatihan, bahan pelatihan ditentukan oleh penyelenggara pelatihan, dan merupakan paket yang tidak dapat dipecah-pecah sesuai dengan keinginan pembelajar, ataukah dapat dipilih materinya oleh pembelajar sendiri (Mujiman, 2006).
Pelaksanaan pelatihan mengikuti rencana yang telah ditetapkan. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya selalu banyak masalah yang memerlukan pemecahan. Pemecahan masalah sering berakibat adanya keharusan mengubah beberapa hal dalam rencana tetapi perubahan dan penyesuaian apa pun yang dilakukan harus selalu berorientasi pada upaya mempertahankan kualitas pelatihan, menjaga kelancaran proses pelatihan, dan tidak merugikan kepentingan partisipan (Mujiman, 2006).
Mujiman (2006) menjelaskan pelaksanaan pelatihan sebagai berikut :
a. Perkenalan
Pada awal pelaksanaan pelatihan, partisipan perlu memperkenalkan diri agar dikenal baik oleh instruktur maupun koleganya sesama partisipan. Instruktur pun perlu memperkenalkan diri. Kesempatan ini dapat digunakan untuk menyampaikan harapan instruktur tentang apa yang perlu dilakukan oleh partisipan agar proses pembelajaran berjalan lancar, dan partisipan dapat mengambil manfaat optimal dari pelatihan.
b. Acara review pengalaman
Pada awal pelatihan juga perlu diadakan secara khusus review pengalaman partisipan. Dalam acara ini partisipan menyampaikan pengalamannya dalam melaksanakan tugas di lembaga atau unit kerjanya. Perlu disampaikan apa tugasnya, masalah apa yang dihadapi, bagaimana ia mengatasi, dan sebagainya. Pada kesempatan ini instruktur mencatat pengetahuan yang telah dimiliki oleh partisipan pada umumnya, dan catatan-catatan khusus tentang partisipan yang memiliki banyak pengalaman dibidangnya. Mereka adalah partisipan potensial yang kemungkinan dapat memberikan banyak sumbangan dalam proses pembelajaran dikelas, khususnya dalam diskusi-diskusi.
c. Dirangsang untuk memanfaatkan pengalaman
Pengalaman partisipan adalah modal untuk pembelajaran selanjutnya. Maka dari itu, instruktur harus dapat merangsang agar memanfaatkan pengalaman yang telah dimilikinya. Cara sederhana adalah dengan meminta secara langsung kepada partisipan untuk mengomentari apa yang baru saja disampaikan instruktur. Kesempatan memberikan komentar harus diberikan kepada sebanyak mungkin partisipan dikelas. Komentar yang diberikan oleh partisipan selalu terkait dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Dengan memberikan komentar, dan dengan mendengarkan komentar partisipan yang lain serta ulasan instruktur, partisipan akan dapat mengembangkan pengetahuan baru dan memperkaya pengetahuan yang dimilikinya.
Purwoko (2003) mengatakan ada dua analisis kebutuhan pelatihan yang dibutuhkan, antara lain :
a. Analisis tugas : suatu telaah yang rinci untuk mengidentifikasi keterampilan yang dituntut sehingga suatu program pelatihan yang tepat dapat direncanakan.
b. Analisis kinerja : menilai kinerja yang ada, untuk menentukan apakah ada penurunan kinerja dapat diperbaiki melalui pelatihan atau tidak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pelaksanaan pelatihan terdiri dari beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapannya adalah perkenalan, acara review pengalaman, dirangsang untuk memanfaatkan pengalaman, analisis tugas dan analisis kinerja.
3. Pengertian Hipnosis
Kesan masyarakat selama ini yang memandang hipnosis dari segi buruk tampaknya perlu diluruskan. Karena sebenarnya hipnosis bukan untuk memperdaya orang, berbuat tindak kejahatan atau melakukan perbuatan yang merugikan lainnya. Sebaliknya hipnosis merupakan sebuah kemampuan yang bisa digunakan untuk memberi manfaat bagi kehidupan. Mereka yang menguasai ilmu hipnosis bisa menggunakannya untuk kebaikan diri sendiri maupun menolong orang lain.
Pada sisi lain, hipnosis murni ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesan bahwa ilmu tersebut bagian dari ilmu gaib sebenarnya tidak seluruhnya benar. Orang yang belajar ilmu hipnosis tidak akan menemui ritual-ritual seperti mempelajari ilmu-ilmu gaib. Belajar ilmu hipnotis itu tidak perlu puasa,melafalkan mantera atau amalan-amalan lain yang memberatkan.
Para pakar hipnosis (dalam Gunawan,. 2007) memberikan definisi hipnosis sebagai berikut :
1. Hipnosis adalah suatu kondisi di mana perhatian menjadi sangat terpusat sehingga tingkat sugestibilitas meningkat sangat tinggi,
2. .Hipnosis adalah seni komunikasi untuk mempengaruhi seseorang sehingga mengubah tingkat kesadarannya, yang dicapai dengan cara menurunkan gelombang otak,
3. Hipnosis adalah seni eksplorasi alam bawah sadar,
4. Hipnosis adalah kondisi kesadaran yang meningkat ,
5. Hipnosis adalah suatu kondisi pikiran yang dihasilkan oleh sugesti.
Menurut kamus Enkarta hipnosis diartikan sebagai suatu kondisi yang menyerupai tidur yang dapat secara sengaja dilakukan kepada orang, dimana mereka akan memberikan respon pada pertanyaan yang diajukan dan dapat sangat terbuka dan reseptif terhadap sugesti yang diberikan oleh hipnotis. Braid mendefiniskan hipnosis adalah terpusatnya kesadaran pada satu objek atau ide tertentu. Sigmund Freud melihat hipnosis sebagai keadaan tidur yang memiliki tingkat trans yang bervariasi mulai dari ringan sampai ekstreem. Gil Boyne mendefinisikan hipnosis sebagai keadaan pikiran normal yang dicirikan dengan relaksasi yang dalam, keinginan mengikuti sugesti yang sejalan dengan kepercayaannya, pengaturan diri dan normalisasi sistem saraf pusat, sensivitas yang meningkat dan selektif terhadap stimuli eksternal dan mekanisme pertahanan psikis yang lemah (dalam Kahija, 2007). Menurut Kahija (2007) mendefiniskan hipnosis adalah sebagai keadaan terfokusnya perhatian pada objek fisik atau gambaran mental tertentu yang ditandai dengan meningkatnya sugestibiltas sebagai efek sikap kooperatif dengan orang lain.
Berdasarkan pernyatan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipnosis adalah suatu praktik untuk membuat subjek atau klien masuk kedalam keadaan relaks dengan cara memfokuskan perhatian pada objek fisik atau gambar mental tertentu yang menyebabkan subjek masuk kedalam keadaan hipnotis (tidur hipnotic) sehingga subjek menjadi sugestif terhadap sugesti yang diberikan.
4. Prinsip Kerja dan Prosedur Hipnosis
Mitos hipnosis yang berkembang di masyarakat selama ini menganggap hipnosis sebagai praktik supranatural, padahal hipnosis ini bersifat ilmiah karena sudah banyak penelitian – penelitian yang dilakukan untuk membuktikan keilmiahan hipnosis. Salah satu pakar hipnosis mendefinisikan Hipnosis adalah seni komunikasi untuk mempengaruhi seseorang sehingga mengubah tingkat kesadarannya, yang dicapai dengan cara menurunkan gelombang otak. Sehingga dengan berkomunikasi atau memberikan sugesti kepada klien agar masuk kedalam bawah sadarnya (Gunawan, 2007).
Freud (dalam Suryabrata, 2005).menganggap kesadaran merupakan sebagian kecil daripada seluruh kehidupan psikis. Freud mengumpamakan psyche itu sebagai gunung es ditengah lautan, yang ada di permukaan air laut merupakan kesadaran, sedangkan yang dibawah permukaan air laut merupakan bagian terbesar yang menggambarkan ketidaksadaran. Di dalam ketidaksadaran itulah terdapat kekuatan dasar yang mendorong pribadi. Untuk menjelajah ketidaksadaran itu freud menggunakan teknik hipnosis dan asosiasi bebas.
Bahasa adalah faktor kunci keberhasilan komunikasi termasuk komunikasi dalam terapi. Bahasa yang dimaksudkan disini meliputi baik bahasa verbal (ucapan) ataupun non verbal (ekspresi wajah dan tubuh). Ketrampilan menggunakan bahasa mulai berjalan ketika terapis menyambut klien, membangun rapport (kepercayaan), membawa klien dalam tidur hipnotik, membangunkannya, dan mengajaknya berbagi pengalaman. Dalam praktik hipnosis terdapat bagian yang dinamakan sugesti. Sugesti adalah pernyataan atau gerak isyarat yang diberikan terapis kepada klien dalam proses meningkatkan sugestibiltas klien. Sugesti adala faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan menghipnosis. Apabila salah memberikan sugesti maka akan membuat klien bingung ataupun takut sehingga subjek tidak berhasil di hipnosis. Dalam menghipnosis atau mensugesti juga diperlukan pengulangan kata-kata yang bertujuan untuk memperjelas sugesti dan memberikan penguatan terhadap respon yang diberikan subjek (Kahija, 2007).
Menurut teori behaviorisme pengondisian klasik dari Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936) dan pengondisian operan dari Burrhus Frederick Skinner (1904 – 1990) membantu dalam proses induksi (proses mengantar klien sampai pada tidur hipnotik) dan sugesti posthipnotik (sugesti yang diberikan selama trans). Berdasarkan penelitian Ivan P Pavlov menjelaskan sugesti, otosugesti, dan daya sugesti (suggestibility) dalam hipnosis. Setiap kata yang disugestikan adalah stimulus. Dengan memberikan stimulus itu berulang kali, maka refleks terkondisikan akan muncul. Sedangkan Skinner menyatakan bahwa memberi penguatan yang baik akan menimbulkan respon positif yang nantinya akan bermanfaat dalam mengubah perilaku, mislnya contoh verbal yang biasa digunakan dalam hipnosis adalah ucapan “bagus” ketika klien mengikuti sugesti (Kahija, 2007).
Terdapat beberapa prosedur untuk melaksanakan proses hipnotis yang harus dilakukan baik melakukan hipnotis secara individual ataupun masal, yaitu :
a. Proses Pre Induksi
Proses pre induksi adalah suatu proses untuk mengawali praktik hipnosis ini. Proses ini berfungsi untuk membangun raport terhadap subjek agar mereka merasa nyaman terhadap penghipnotis dan menghilangkan ketakutan terhadap penghipnotis. Selain itu pada proses ini sangat penting membangun ekspektasi untuk menjelaskan keuntungan bagi subjek mengikuti proses ini dan agar subjek bersedia untuk dihipnotis (Gunawan, 2007). Pre induksi merupakan suatu proses mempersiapkan suatu situasi dan kondisi yang bersifat kondusif antara penghipnotis (hypnotist) dengan orang yang akan dihipnotis (subjek) (Wong, dan Andri, 2009).
Tahap atau proses pre induksi ini bertujuan untuk menjaga relasi antara terapis dan klien dengan cara berbicara atau interview, menghilangkan rasa takut klien, membangun ekspektasi, menggali dan mengumpulkan informasi). Hal diatas harus dilakukan karena apabila klien/subjek takut dan tidak yakin maka proses hipnosis tidak akan berhasil (Gunawan, 2007).
Menurut tokoh psikologi humanistik Carl Rogers (dalam Kahija, 2007), setiap orang punya dorongan untuk memandang dirinya positif (positive self regard) dan ia juga mengaharapkan hal yang sama dari orang lain, karena itu rogers menekankan betul pentingnya unconditional positiv regard (penerimaan postif tanpa syarat) dalam proses terapeutik. Klien harus diterima apa adanya, tanpa syarat (condition) dan tanpa penilaian. Dalam hipnosis proses ini proses pre induksi berfungsi untuk menunjukkan dan menciptakan penerimaan terhadap klien tanpa prasangka dan pra penilaian (Kahija, 2007)
Proses pre induksi ini mempunyai fungsi untuk membangun ekspektasi dan menghilangkan rasa takut terhadap hipnosis dengan cara memberi penjelasan manfaat dari praktik ini agar mempunyai kepercayaan yang positif (Gunawan, 2007). Dari pandangan psikologi kognitif, Aaron Beck (dalam Kahija 2007) menyatakan bahwa gangguan psikologis dikarenakan pikiran – pikiran dan perasaan negatif, selanjutnya pikiran dan perasaan negatif berkembang menjadi kepercayaan negatif yang harus di tata ulang (direkonstruksi) dan dan ditransformasikan kedalam kepercayaan yaang positif.
Menurut Wong dan Andri (2009) menyatakan bahwa dalam proses pre induksi ini biasanya diadakan uji sugestibilitas yang harus dialakukan yang bertujuan untuk mengetahui level sugestibilitas, memahami level komunikasi subjek, mengenalkan hipnosis kepada subjek, dan meningkatkan level sugestibilitas.
Dalam melakukan proses pre induksi atau uji sugestibilitas terdapat beberapa macam tekhnik, yaitu Rigid Catalepsy (kekakuan pada anggota badan), Finger Catalepsy (kekakuan pada jari), hand Locking (tangan yang terkunci), Arm Rising and falling test (tangan yang melayang dan berat), dan eye catalepsy (kekauan pada mata) (Wong dan Andri, 2009). Tingkat sugestibilitas menurut Harry Arons (dalam Wong dan Andri, 2009), terdapat enam level, yaitu sebagai berikut :
ARONS SCALE
Keterangan
1. level / stage 1. Hypnoidal adalah masa yang sangat lembut sehingga sebjek tidak merasa dihipnosis dan masih benar-benar merasa sepenuhnya sadar. Pada tahap ini, kontrol otot seperti mata terkunci (eyelid catalepsy) dapat dilakukan. Banyak tindakan terapi yang cukup dilakukan pada tahap ini, misalnya terapi penurunan berat badan terapi berhenti merokok.
2. level / stage 2. kondisi yang lebih relaks dan tidur lembut. Pada tahap ini, otot-otot yang lebih kompleks dapat dikontrol seperti membuat lengan kaku (arm catalepsy).
3. level / stage 3. pada tahap ini, seluruh sistem saraf benar-benar dapat dikontrol sehingga dapat melakukan hal-hal seperti tidak dapat beranjak dari kursi, tidak dapat berjalan, atau tidak dapat mengingat sesuatu.
4. level / stage 4. Tahap amnesia seperi melupakan nama, alamat dan sebagainya dimulai pada tahap ini. Pada tahap ini biasanya seseorang tidak mampu merasakan sakit. Operasi gigi pada tahap ringan seperti pencabutan gigi dapat dilakukan pada tahap ini.
5. level / stage 5. Somnambulisme awal. Anestesia menyeluruh terjadi pada tahap ini yang mengakibatkan subjek tidak mampu merasakan sakit ataupun sentuhan. Halusinansi positif baik indra penglihatan maupun pendengaran, terjadi pada tahap ini sehingga subjek dapat disugesti melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
6. level / stege 6 halusinasi negatif, baik indra penglihatan maupun pendengaran, terjadi di level ini sehingga subjek dapat menghilangkan gambaran atau suara yang seharusnya ada
b. Proses Induksi
Induksi adalah proses yang di tempuh terapis dalam membawa klien menuju tidur hypnotic, ibarat kapal yang membawa penumpang dari ”pulau kesadaran” menuju ”pulau bawah sadar. Terapis berperan sebagai pemandu jalan menuju trans. Perjalanan itu di mulai dengan memusatkan perhatian klien pada objek tertentu, dengan tujuan mengasingkan klien dari banyak stimulus di sekitarnya. Dengan pikiran yang terarah dan terfokus subjek pelan – pelan bergerak dari luar kedalam, secara fisiologis, dari gelombang beta ke delta, baru sesudah itu tubuh menjadi sangat relaks. Salah satu teknik dalam proses induksi yaitu relaksasi progresif. Pada relaksasi progresif , hipnotis berkonsentrasi bagaimana membuat klien menjadi rileks, alur relaksasi biasanya dimulai dari kepala sampai kaki (Kahija, , 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Retno Dwi Suryaningsih (2006), menyimpulkan bahwa dengan memberikan pelatihan relaksasi dapat, menurunkan kecemasan menghadapi ujian semester.
c. Deepening
Deepening adalah suatu teknik yang bertujuan membawa klien memasuki kondisi hypnosis lebih dalam lagi dengan memberikan suatu sentuhan imajinasi (Wong & Andri, 2009). Beberapa teknik untuk memperdalam keadaan hipnosis adalah menghitung turun, menuruni tangga, the elevator, the hallway, head down, fractination, menjatuhkan tangan ke pangkuan, menggunakan anchor atau conditioning. Salah satu cara melakukan deepening adalah dengan teknik menuruni tangga, berikut ini adalah cara melakukan teknik tersebut :
”Saya akan menghitung 1 sampai 3, dan pada hitungan ketiga anda berada di lantai du sebuah rumah …. Den anda berada berada di bibir tangga lantai dua… menuju lantai satu… tangga tersebut memilki 10 anak tangga… Saya akan mulai menghitung… satu… dua …. Tiga …., sekarang, perhatikan… apakah anda sudah melihat tangga tersbut? (hipnotis harus memastikan subjek telah melihat tangga yang di maksud). Sekarang… bersiap – siaplah untuk turun menuju lantai satu… anda akan turun perlahan – lahan …. Setiap kali anda menuruni satu anak tangga..,. anda semakin rileks, semakin nyaman, dan semakin mengantuk …. “saya akan menghitung turun dari angka 10 ke angka satu setiap hitungan turun anda merasa lebih nyaman, lebih relaks,dan tidur lebih dalam lagi. Sepuluh…… semakin relaks, semakin nyaman….sembilan….. lebih relaks, lebih nyaman…. Delapan…. Tidur lebih dalam lagi…. Bagus sekali….. tujuh … semakin relaks….. enam …. Semakin nyaman …. Lima …. Semakin tidur lebih dalam lagi….. empat…. Tiga….. semakin lebih nyaman…. Lebih relaks… dua….. dan satu tidur lebih dalam lagi….” (Gunawan, , 2007).
d. Depth Level Test
Depth Level test adalah cara untuk memastikan kedalaman hasil kegiatan deepening yang sudah dilakukan. Tes ini dilakukan dengan menanyakan apakah saran atau perintah yang dilakukan benar-benar telah dapat dilaksanakan dan dirasakan oleh subjek, misalnya dengan memberikan pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban ”ya atau tidak” yang dijawab subjek dengan menggerakkan anggota tubuh tertentu, biasanya salah satu jari tangan. Contoh skrip untuk mengetahui kedalaman hasil dari deepening sebagai berikut :
”kini, saya akan bertanya kepada anda yang dapat anda jawab dengan menggerakkan jari telunjuk kanan untuk jawaban ”ya” atau menggerakkan jari telunjuk kiri untuk jawaban ”tidak”. Apakah saat ini Anda benar-benar dapat merasakan berada di tempat yang Anda senangi tersebut”.
Jika subjek telah merasakan benar-benar berada dalam kondisi kedalaman yang dikehendaki, lakukan langkah selanjutnya yaitu pemberian sugesti yang menjadi tujuan hipnosis. Jika subjek belum berada dalam kondisi kedalaman yang dikehendaki, berikan deepening kembali dengan menggunakan teknik yang berbeda. Untuk dapat mengetahui tingkat kedalaman bisa menggunakan depth level scale (Wong,& Andri,2009).
e. Sugesti
Sugesti adalah pernyataan atau gerak isyarat yang diberikan terapis kepada klien dalam proses meningkatkan sugestibilitas klien (Kahija, 2007). Dalam melakukan sugesti terdapat beberapa aturan yaitu bahasa sederhana, mudah di mengerti & spesifik, Positif, sugestikan apa yang diinginkan, menggunakan emosi, menggunakan kalimat sekarang. Hindari kalimat yang menggunakan kata larangan (jangan,tidak, dilarang) dan hindari kata akan, harus menggunakan kita pasti. Ex. Setiap anda menghembuskan nafas anda semakin rileks (Gunawan, 2007). Wong dan Andri (2009) menyatakan prinsip-prinsip pembentukan kalimat dalam sugesti adalah menggunakan kata-kata positif, hindari penggunaan kata ”tidak”, ”jangan”, dan sebagainya, kecuali tidak ada lagi padanan kata yang tepat., berikan pengulangan kalimat seperlunya saja, gunakan kalimat yang menunjukkan waktu sekarang (present tense) dan hindari kata ”akan”, tambahkan sentuhan emosional dan imajinasi, bentuk kalimat sugesti secara progresif (bertahap-jika diperlukan), berikan kalimat bernuansa pribadi sehingga pikiran bawah sadar subjek dapat menerima sugesti itu seutuhnya, dan gunakan kata-kata yang sesuai dengan pemahaman subjek.
Sugesti adalah Suatu rangkaian kata-kata, atau kalimat, yang disampaikan dengan cara tertentu, dan dalam situasi tertentu, sehingga dapat memberikan pengaruh bagi mereka yang mendengarnya, sesuai dengan maksud & tujuan sugesti tersebut (Nurindra, 2008). Sugesti berfungsi untuk memperbaiki pikiran subyek tentang konsep diri, citra diri dan harga diri sehingga subyek mempunyai kepercayaan diri yang baik (Gunawan & Ariesandi, 2007)
f. Awakening
Awakening adalah Proses membangunkan klien. Aturan proses Awakening adalah Proses membangunkan klien. Aturan proses awakening :
1. jangan pernah membangunkan klien secara tiba – tiba atau sangat cepat, kecuali terpaksa / darurat. Karena klien akan merasa pusing.
2. sugestikan, klien ketika bangun dalam tidurnya, akan berada dalam kondisi segar, nyaman dan tenang sepenuhnya. (Gunawan , 2007).
Beberapa ahli misalnya wong membagi tahap awakening menjadi dua yaitu termination dan post hypnotic. Terminatian adalah tahap pengakhiran untuk mengembalikan subjek pada keadaan semula (sadar). Post hypnotic adalah kondisi subjek setelah termination (Wong dan Andri, 2009)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menghipnotis terdapat prosedur yang harus dilaksanakan yaitu pre- induksi, induksi, deepening, sugesti dan awakening.
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Dalam Proses Hipnosis
Pada saat melakukan proses hipnosis terdapat hal – hal yang harus diperhatikan karena dapat mengganggu proses hipnotis dan mengganggu konsentrasi penghipnotis dan subjek yang dihipnosis. Apabila subjek merasa tidak nyaman maka akan mengganggu proses hipnotis, karena pada dasarnya hipnosis adalah membuat subjek rileks agar mudah masuk ke pikiran bawah sadar (Wong, dan Andri, 2009).
Bernstein dan Borkovic (1973), Goldfried (1976), Walker, dkk (1981) (dalam Prawitasari, dkk. 2003) menyatakan, sebelum kegiatan hipnosis dilakukan, perlu diperhatikan mengenai lingkungan fisik (physical setting, sehingga individu dapat berlatih dengan tenang. Lingkungan fisik tersebut antara lain :
1. Kondisi Ruangan
Ruangan yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar, dan nyaman. Untuk mengurangi cahaya dan suara dari luar, jendela dan pintu sebaiknya ditutup. Penerang ruangan sebaiknya remang – remang saja dan dihindari adanya sinar langsung yang mengenai mata individu, sehingga memudahkan mereka untuk berkonsentrasi.
2. Kursi
Pada saat latihan hipnosis perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerak – gerakkan otot dengan konsentrasi penuh. Kursi yang di gunakan contohnya kursi malas, sofa atau kursi yang ada sandarannya akan mempermudah individu untuk lebih relaks. Latihan Relaksasi juga dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.
3. Pakaian
Pada waktu latihan sebaiknya digunakan pakaian yang longgar, dan hal – hal yang mengganggu jalannya proses hipnosis (kaca mata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pinggang) dilepas dahulu.
Menurut Dr. Stephanus C Nurdin, CCHT, CI ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan proses hipnosis yaitu:
a. Kondisi kejiwaan (psikologis)
b. Tingkat keaktifan berpikir
c. Suasana dan Kondisi lingkungan
d. Kepercayaan subyek kepada penghipnotis
e. Tingkat kepekaan panca indra
Menurut Yan Nurindra, CHT, CH, CI (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan proses hipnosis yaitu bersedia atau tidak menolak untuk dihipnosis, mampu berkomunikasi, memiliki panca indra yang masih berfungsi dan memahami komunikasi, mempunyai kemampuan untuk berkonsentrasi.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi hipnosis dapat di bagi menjadi 2 faktor yaitu faktor internal subyek dan faktor eksternal subyek. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari diri individu, yang meliputi kondisi kejiwaan subyek, kondisi fisik subyek, tingkat kepekaan panca indra, konsentrasi, dan kepercayaan subyek serta motivasi. / kemauan Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yang meliputi suasana dan kondisi lingkungan dan ketrampilan dari penghipnotis.
5. Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis
Pelatihan adalah salah satu bentuk usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu (True Love, 1992).
Rasa percaya diri adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri sehingga rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. (Santrock, 2003). Menurut Hakim (2002) kepercayaan diri secara sederhana bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Ellias (2002) menyatakan kepercayaan diri mendorong seseorang untuk mencoba bidang-bidang identitas baru, mengambil resiko positif, memajukan diri sendiri, dan mengembangkan kecakapan.
Hattie (dalam Thalib, 2002) menjelaskan bahwa rasa percaya diri dapat membuat seseorang mempunyai pandangan diri positif serta kontrol diri yang baik. Dampak dari seseorang yang mempunyai kepercayaan diri, seperti yang dikatakan Lauster (1978) dan Waterman (1988) adalah bahwa seseorang yang mempunyai kepercayaan diri akan cenderung bersifat optimis.
Rendahnya rasa percaya diri dapat menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara. Tetapi dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Ketika tingkat percaya diri yang rendah berhubungan dengan proses belajar seperti prestasi rendah, atau kehidupan keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-kejadian yang membuat tertekan, masalah yang muncul dapat menjadi lebih meningkat (Santrock, 2003).
Menurut kamus Enkarta hipnosis diartikan sebagai suatu kondisi yang menyerupai tidur yang dapat secara sengaja dilakukan kepada orang, dimana mereka akan memberikan respon pada pertanyaan yang diajukan dan dapat sangat terbuka dan reseptif terhadap sugesti yang diberikan oleh hipnotis. Braid mendefiniskan hipnosis adalah terpusatnya kesadaran pada satu objek atau ide tertentu. Sigmund Freud melihat hipnosis sebagai keadaan tidur yang memiliki tingkat trans yang bervariasi mulai dari ringan sampai ekstreem. Gil Boyne mendefinisikan hipnosis sebagai keadaan pikiran normal yang dicirikan dengan relaksasi yang dalam, keinginan mengikuti sugesti yang sejalan dengan kepercayaannya, pengaturan diri dan normalisasi sistem saraf pusat, sensivitas yang meningkat dan selektif terhadap stimuli eksternal dan mekanisme pertahanan psikis yang lemah (dalam Kahija, 2007). Menurut Kahija (2007) mendefiniskan hipnosis adalah sebagai keadaan terfokusnya perhatian pada objek fisik atau gambaran mental tertentu yang ditandai dengan meningkatnya sugestibiltas sebagai efek sikap kooperatif dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis adalah salah satu bentuk usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu, kali ini berkenaan dengan kepercayaan diri yang menggunakan metode hipnosis yang bertujuan unuk meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa dalam menghadapi ujian skripsi.
C. Pengaruh Pelatihan Keperrcayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis Terhadap Kepercayaan Diri Menghadapi Ujian Skripsi
Kepercayaan diri, seperti yang telah diuraikan sebelumnya adalah keadaan yang menunjukkan keyakinan akan kemampuan, optimisme, senantiasa berpikir positif, dapat menerima diri apa adanya dan tidak banyak mencari dukungan orang lain. Seseorang yang mempunyai sifat-sifat seperti diatas akan senantiasa memandang diri dan lingkungan dengan positif dan objektif, sehingga tidak lagi kecewa, tidak puas atau ingin menjadi orang lain yang tidak berada pada situasi seperti dirinya.
Kekecewaan dan ketidakpuasan yang disertai kurangnya pengetahuan untuk mengubah situasi, membuat individu yang bersangkutan menjadi putus asa dan mengalami kecemasan serta cenderung melarikan diri atau menjauhkan diri (Lia, 2004). Horney (dalam Burn, 1979) menjelaskan bahwa harga diri dan kepercayaan diri yang rendah seringkali menimbulkan kesalahan atau kegagalan dalam menghadapi dan mengatasi situasi atau masalah, sehingga berkembang menjadi tekanan-tekanan yang menghasilkan kecemasan dalam diri seseorang.
Menurut Hakim (2002) orang orang yang memiliki kualitas jati diri yang lebih tinggi daripada orang lain, seperti prestasi akademis yang tinggi, sukses dalam karier dan bisnis, kesejahteraan yang memadai, popularitas, juara dalam berbagai macam kompetisi olah raga, musik, dan lain lain, tidak akan bisa mencapai keberhasilan tanpa ditunjang dengan rasa percaya diri yang tinggi. Oleh karena itu, rasa percaya diri pada setiap orang merupakan salah satu kekuatan jiwa yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya orang tersebut dalam mencapai berbagai tujuan hidup. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berprilaku memperoleh hasil yang diharapkan dan mampu menangani segala sesuatu dengan tenang.
Ellias (2002) menyatakan kepercayaan diri mendorong seseorang untuk mencoba bidang bidang identitas baru, mengambil resiko positif, memajukan diri sendiri, dan mengembangkan kecakapan. Berdasarkan penelitian ilmiah, percaya diri adalah meyakini (al-i’tiqad ) adanya rasa percaya dalam dirinya lalu bertindak sesuai dengan kapasitasnya serta mampu mengendalikannya. Jika mengacu pada literatur lama percaya diri dapat didefinisikan dengan mempercayai (al-iman) diri sendiri secara total.
Freud (dalam Setiarso, 1999) bahwa kecemasan disebabkan karena kehilangan kepercayaan diri. Menurut George Shinn (2003) percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. Agar termotivasi seseorang harus percaya diri. Seseorang yang mendapatkan ketenangan dan kepercayaan diri haruslah menginginkan dan termotivasi dirinya. Menurut Centi (1995) kepercayaan diri dipengaruhi oleh konsep diri. Semakin tinggi konsep dirinya maka kepercayaan dirinya tinggi, sedangkan bila konsep diri seseorang rendah maka kepercayaan dirinya rendah juga
Mencermati terjadinya permasalahan dalam menghadapi ujian semester pada siswa kelas X SMA N I Karanganyar yang disebabkan karena perasaan takut atau kurang yakin terhadap kemampuannya untuk mengerjakan soal dan menguasai bahan untuk ujian semseter, ujian yang pertama kali menggunakan kurikulum SBI (Sekolah Bertaraf internasional), serta naiknya standar nilai minimal ujian oleh karena itu perlu diadakannya upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan hipnosis.
Hipnosis adalah keadaan terfokusnya perhatian pada objek fisik atau gambar mental tertentu yang menyebabkan subjek masuk kedalam keadaan hipnotis (tidur hipnotis) sehingga subjek menjadi sugestif terhadap sugesti yang diberikan (Kahija, 2007). Dengan menggunakan praktik hipnosis, kita bisa mengubah pikiran bawah sadar dengan memberikan sugesti yang positif untuk mengaktifkan dan meningkatkan potensi yang dimiliki manusia, karena pada dasarnya pikiran bawah sadar mempunyai potensi yang belum kelihatan dan ketika di hipnosis maka pikiran bawah sadar akan dimunculkan. Orang yang dihipnotis ketika memasuki gelombang alfa atupun theta akan menjadi sangat reseptif terhadap sugesti yang diberikan dan sugesti tersebut menetap menjadi kebiasaan (Gunawan,2007).
Hipnosis adalah salah satu cara yang cepat untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar manusia. Apapun yang tersugestikan oleh penghipnotis kepada subjek maka sugesti itu akan dilakukan oleh subjek. Seperti eksperimen yang telah dilakukan oleh Dr. Liebault dan Prof. Beunis yang telah menghilangkan kecemasan seorang wanita ketika mendengar nama Frank dengan menghipnotis wanita tersebut (Wardhana, 2008).
Pada saat proses hipnosis terdapat proses dimana subek diberikan sugesti tertentu sesua dengan tujuan yang ingin dicapai. Sugesti adalah Suatu rangkaian kata-kata, atau kalimat, yang disampaikan dengan cara tertentu, dan dalam situasi tertentu, sehingga dapat memberikan pengaruh bagi mereka yang mendengarnya, sesuai dengan maksud & tujuan sugesti tersebut (Nurindra, 2008). Sugesti berfungsi untuk memperbaiki pikiran subyek tentang konsep diri, citra diri dan harga diri sehingga subyek mempunyai kepercayaan diri yang baik (Gunawan & Ariesandi, 2007)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang sudah dihipnosis dengan pemberian sugesti untuk meningkatkan kepercayaan diri maka kepercayaan dirinya juga tentu akan meningkat pula.
D. Hipotesis
Penelitian ini ingin menguji hipotesis yaitu ”Ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggnakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa menghadapi ujian semester”. Adapun kaidah menerima hipotesis apabila:
1. Tidak ada perbedaan nilai rata-rata pre test antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen
2. Tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara skor pre test dan post test pada kelompok kontrol atau nilai rata-rata post test lebih rendah daripada skor pre test.
3. Ada perbedaan nilai rata-rata pre test dan post test pada kelompok eksperimen, dimana nilai rata-rata post test lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pre test
4. Ada perbedaan nilai rata-rata antara skor post test kelompok eksperimen dengan skor post test pada kelompok kontrol, diamana nilai rata-rata post test kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata post test pada kelompok kontrol.
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER
PENGARUH PELATIHAN KEPERCAYAAN DIRI MENGGUNAKAN METODE HIPNOSIS TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS X MENGHADAPI UJIAN SEMESTER
Peneliti Bayu W dan Setiyo Purwanto
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh seseorang. Banyak masalah yang timbul karena seseorang tidak memiliki kepercayaan diri, misalnya saja siswa yang menyontek saat ujian merupakan salah satu contoh bahwa siswa tersebut tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri, ia lebih menggantungkan kepercayaannya pada pihak lain. Hal ini menggambarkan ketidaksiapan terutama para diri siswa dalam menghadapi ujian. Selain itu rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki siswa, mendorong siswa untuk melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal-soal ujian. Hal ini dilakukan karena adanya perasaan-perasaan tertekan dan cemas yang dialami oleh siswa karena takut gagal dan tidak lulus dalam ujian nasional yang memiliki standar penilaian yang sangat ketat.
1
Anthony (1992) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
Menurut Centi (1995) kepercayaan diri dipengaruhi oleh konsep diri. Semakin tinggi konsep dirinya maka kepercayaan dirinya tinggi, sedangkan bila konsep diri seseorang rendah maka kepercayaan dirinya rendah juga.. Sari (2008) meneliti mengenai hubungan kepercayaan diri dengan perilaku mencontek pada siswa SMK, dari hasil analisis menggunakan product moment menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = -0,315 dengan p = 0,001 (p<0,05).>
Seorang siswa yang memiliki kepercayaan diri akan berusaha keras dalam melakukan kegiatan belajar. Seseorang memiliki kepercayaan tinggi memiliki rasa optimis dalam mencapai sesuatu sesuai dengan diharapankan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kurang memiliki kepercayaan diri menilai bahwa dirinya kurang memiliki kemampuan. Penilaian negatif mengenai kemampuannya tersebut dapat menghambat usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Pandangan dan penilaian negatif tersebut menyebabkan siswa tidak melakukan sesuatu kegiatan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Padahal mungkin sebenarnya kemampuan tersebut dimilikinya.
Menurut Handoko (2002) berapa sering terjadi bahwa kapasitas dari bakat menonjol hilang akibat kurangnya kepercayaan diri. Seseorang dengan kapasitas sama namun ketetapan hati yang tidak terkalahkan dan memiliki kepercayaan diri dapat menjadi berlipat lebih berhasil dari pada orang dengan kemampuan menonjol namun memiliki kehendak lemah dan kurang percaya diri. Jika seseorang menemukan kelemahan dan kekurangannya namun tidak memberi perhatian atau mengganggapnya dapat diabaikan itu berarti individu itu menganggap sebuah bagian penting dari dirinya.
Rendahnya rasa percaya diri dapat menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional yang bersifat sementara. Tetapi dapat menimbulkan banyak masalah. Rendahnya rasa percaya diri bisa menyebabkan depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuensi, dan masalah penyesuaian diri lainnya. Ketika tingkat percaya diri yang rendah berhubungan dengan proses belajar seperti prestasi rendah, atau kehidupan keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-kejadian yang membuat tertekan, masalah yang muncul dapat menjadi lebih meningkat (Santrock, 2003).
Rasa percaya diri adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri sehingga rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. (Santrock, 2003). Menurut Hakim (2002) kepercayaan diri secara sederhana bisa dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Ellias (2002) menyatakan kepercayaan diri mendorong seseorang untuk mencoba bidang-bidang identitas baru, mengambil resiko positif, memajukan diri sendiri, dan mengembangkan kecakapan.
Hattie (dalam Thalib, 2002) menjelaskan bahwa rasa percaya diri dapat membuat seseorang mempunyai pandangan diri positif serta kontrol diri yang baik. Dampak dari seseorang yang mempunyai kepercayaan diri, seperti yang dikatakan Lauster (1978) dan Waterman (1988) adalah bahwa seseorang yang mempunyai kepercayaan diri akan cenderung bersifat optimis..
Penelitian yang dilakukan oleh Riadani (2004) dengan judul hubungan antara kepercayaan diri dengan kecenderungan neurotis pada remaja, yang memperoleh hasil nilai koefisien (r) = -0,410 dengan p <>
Peneletian yang dilakukan Sukarti (2007) dengan judul hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa kelas III SMU. Hasil olah data menggunakan korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0.608 dengan p = 0.000 (p<0.01),> ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan menghadapi ujian nasional. Sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri semakin tinggi kecemasan menghadapi ujian nasional.
Dari hasil interview yang kami lakukan terhadap siswa SMA N I Karanganyar kelas, diperoleh data bahwasanya mereka merasa kurang yakin terhadap kemampuan dirinya menghadapi ujian semester karena ujian semester kali ini karena menggunakan kurikulum sekolah bertaraf internasional (SBI) untuk pertama kalinya. Selain itu mereka cemas jika penjaga ujian terlalu tegas sehingga mereka tidak bisa mencontek apabila kesulitan mengerjakan soal. Mereka juga merasa kurang percaya diri karena naiknya nilai minimal ujian mulai dari 6,5 menjadi 7.
Melambungkan rasa percaya diri merupakan salah satu fasilitator untuk mengevaluasi diri bagi jiwa seseorang. Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan percaya diri (Lie, 2003).
Cara untuk meningkatkan kepercayaan diri ini salah satunya adalah dengan melakukan pelatihan, yaitu suatu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu. Adapun tujuan dari pelatihan menurut Trulove (1995) adalah untuk meningkatkan kinerja secara langsung.
Pelatihan merupakan metode pembelajaran yang didasarkan pada konsep belajar dari pengalaman (experiental learning). Menurut Wills (dalam Retno, 2007) pelatihan adalah pemindahan pengetahuan dan keterampilan yang terukur dan yang telah ditentukan sebelumnya, oleh karena itu pelatihan harus memiliki tujuan dan metode yang jelas untuk menguji apakah pengetahuan dan keterampilan yang diberikan sudah dapat dikuasai.
Hipnosis adalah suatu metode yang bertujuan untuk mengarahkan klien / subjek ke dalam kondisi yang menyerupai tidur yang dapat secara sengaja dilakukan kepada orang, dimana mereka akan memberikan respon pada pertanyaan yang diajukan dan dapat sangat terbuka dan reseptif terhadap sugesti yang diberikan oleh hipnotist dalam mempengaruhi orang lain untuk masuk ke dalam kondisi hipnotic / trans (Gunawan, W. Adi, 2007).
Gil Boyne mendefinisikan hipnosis sebagai keadaan pikiran normal yang dicirikan dengan relaksasi yang dalam, keinginan mengikuti sugesti yang sejalan dengan kepercayaannya, pengaturan diri dan normalisasi sistem saraf pusat, sensivitas yang meningkat dan selektif terhadap stimuli eksternal dan mekanisme pertahanan psikis yang lemah. Kahija (2007), mendefiniskan hipnosis adalah sebagai keadaan terfokusnya perhatian pada objek fisik atau gambaran mental tertentu yang ditandai dengan meningkatnya sugestibiltas sebagai efek sikap kooperatif dengan orang lain.
Menurut teori behaviorisme pengondisian klasik dari Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936) dan pengondisian operan dari Burrhus Frederick Skinner (1904 – 1990) membantu dalam proses induksi (proses mengantar klien sampai pada tidur hipnotik) dan sugesti posthipnotik (sugesti yang diberikan selama trans). Berdasarkan penelitian Ivan P Pavlov menjelaskan sugesti, otosugesti, dan daya sugesti (suggestibility) dalam hipnosis. Setiap kata yang disugestikan adalah stimulus. Dengan memberikan stimulus itu berulang kali, maka refleks terkondisikan akan muncul. Sedangkan Skinner menyatakan bahwa memberi penguatan yang baik akan menimbulkan respon positif yang nantinya akan bermanfaat dalam mengubah perilaku, misalnya contoh verbal yang biasa digunakan dalam hipnosis adalah ucapan “bagus” ketika klien mengikuti sugesti (dalam Kahija, 2007).
Dalam proses hipnosis terdapat proses dimana subek diberikan sugesti tertentu sesua dengan tujuan yang ingin dicapai. Sugesti adalah Suatu rangkaian kata-kata, atau kalimat, yang disampaikan dengan cara tertentu, dan dalam situasi tertentu, sehingga dapat memberikan pengaruh bagi mereka yang mendengarnya, sesuai dengan maksud & tujuan sugesti tersebut (Nurindra, 2008). Sugesti berfungsi untuk memperbaiki pikiran subyek tentang konsep diri, citra diri dan harga diri sehingga subyek mempunyai kepercayaan diri yang baik (Gunawan & Ariesandi, 2007)
Hipnosis bekerja di pikiran bawah sadar klien / subjek karena pada pikiran bawah sadarlah kekuatan terbesar manusia tersimpan. Pikran bawah sadar manusia mempunyai fungsi 88% lebih banyak dari pada pikiran sadar yang berfungsi hanya 12%. Pikiran sadar manusia mempunyai fungsi mengidentifikasi informasi yang masuk, membandingkan, menganalisa, dan memutuskan. Pikiran bawah sadar manusia mempunyai fungsi atau menyimpan tentang kebiasaan (baik, buruk, dan refleks), emosi, memori jangka panjang, kepribadian, intuisi, kreatifitas, persepsi, belief dan value (Gunawan & Setyono, 2007)
Kahija (2007) menyatakan bahwa hipnosis mempunyai beberapa manfaat yaitu menangani histeria, analgesia, stres, fobia, gangguan kecemasan, perilaku merokok, kepercayaan diri, gangguan makan, gangguan tidur dan menyembuhkan pengguna psikoaktif. Seperti halnya penelitian yang telah dilakukan oleh Elliot (2009), yang menyatakan bahwa hipnosis dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan konsentrasi dan meningkatkan kepercayaan diri. Sharon M. Valente, RN, CS, PhD, FAAN (2003), bahwa hipnosis dapat memperbaiki self-esteem, kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah “Apakah ada Pengaruh Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis Terhadap Kepercayaan Diri Siswa kelas X dalam Menghadapi Ujian Semester?”. Dengan rumusan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian dengan judul “ Pengaruh Pelatihan Kepercayaan Diri Menggunakan Metode Hipnosis Terhadap Kepercayaan Diri Siswa Kelas X dalam Menghadapi Ujian Semester”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri siswa kelas X dalam menghadapi ujian semester.
C. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, bagi ilmu psikologi pada umumnya dan ilmu psikologi pendidikan pada khususnya, dengan memberi masukan mengenai pengaruh pelatihan kepercayaan diri menggunakan metode hipnosis terhadap kepercayaan diri menghadapi ujian skripsi.
2. Secara Praktis
- Bagi pendidik dan siswa, penelitian ini bisa di manfaatkan sebagai acuan untuk meningkatkan kepercayaan diri menghadapi ujian semester.
- Bagi masyarakat umum diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang usaha-usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya terhadap kepercayaan diri dengan menggunakan metode hipnosis.
- Bagi peneliti selanjutnya atau pihak-pihak lainnya yang berkompeten dan berminat pada masalah yang relatif sama dengan kajian ini, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan kontribusi sehingga bisa melakukan penelitian serupa dengan variabel lain yang mempengaruhi.