Tuesday, April 13, 2010

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA’AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA’AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia di dunia tidak bisa terlepas dari berbagai macam permasalahan yang muncul secara bergantian. Dengan permasalahan-permasalahan tersebut, manusia semakin dinamis untuk berupaya mengembangkan daya nalar logis maupun mengembangkan semua potensi psikis yang dimilikinya. Hal tersebut diarahkan dalam upaya mengatasi masalah-masalah, sehingga pengejawantahannya akan ditampakkan proses belajar. Belajar dalam mengatasi masalah satu yang kemudian akan kembali mendapatkan masalah baru dengan siklus yang mungkin akan semakin kompleks.
Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi persoalan hidup. Salah satu cara untuk menghadapi berbagai macam persoalan hidup adalah dengan melakukan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah proses yang tercakup dalam masa menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif jawaban yang mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal (Chaplin,2001).
Melakukan pemecahan masalah yang ideal sangat diharapkan setiap manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Berbagai macam upaya dilakukan oleh setiap individu untuk menyelesaikan persoalan hidup, namun tidak semua individu mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik dan memperoleh pemecahan masalah yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi. Lari (2003) berpendapat bahwa ketika memilih tujuan, individu hendaknya memperhatikan kekuatan potensi dan kemampuan yang dimilikinya, menjaga diri dari ambisi-ambisi yang tidak masuk akal, karena akan mengakibatkan kegagalan dan kekecewaan.
Kegagalan dalam melakukan pemecahan masalah dapat mendesak individu untuk melakukan berbagai macam tindakan kriminal yang dilatarbelakangi oleh berbagai macam faktor, diantaranya karena himpitan ekonomi, dendam karena sakit hati, dan rendahnya iman seseorang. Jika seseorang memiliki tingkat keimanan yang baik, maka tidak akan melakukan tindakan yang dilarang oleh Allah SWT, misalnya pencurian, penodongan, perampokan, bahkan pembunuhan ataupun bunuh diri. Banyak juga masyarakat yang melarikan diri dari permasalahan dengan mengkonsumsi minuman keras ataupun obat-obatan terlarang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Thabbarah (2001) yang berpendapat bahwa secara psikologis sebagai manusia apabila ruhnya tidak berhubungan dengan pencipta-Nya akan terlihat jelas gejala-gejala kegelisahan dan kemurungan saat individu mendapat musibah dan mengalami kegagalan dalam meraih cita-citanya, sehingga tidak jarang untuk mengatasi penderitaannya individu melarikan diri kepada obat-obatan atau minuman keras.
Sebenarnya setiap individu memiliki potensi untuk memecahkan masalahnya sendiri, karena Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Manusia mempunyai kemampuan psikis secara bathiniah sebagai bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani kehidupan, namun banyak diantara kita yang belum menggali dan mengembangkan potensi tersebut. Akibatnya kita masih merasakan kebingungan, kegelisahan, kesedihan, namun Allah SWT memberikan jalan menuju kelapangan jiwa melalui ibadah yang dapat menghilangkan kesempitan dan kepedihan di dalam hati serta mampu mewujudkan kelapangan di dalam dada, yaitu melalui sholat. Seperti firman Allah SWT dalam [QS:Al-Hijr(15):97-98], yang artnya: “Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)”.
Thabbarah (2001) menambahkan bahwa shalat dapat membuka peluang kepada seseorang untuk mengajukan permohonan kepada pencipta-Nya tentang apa saja yang diinginkan. Orang-orang yang melakukan shalat akan terkecuali dari sifat manusia pada umumnya, mereka tidak berkeluh kesah dalam kesusahan dan kemiskinan, karena mereka akan terlihat sabar, sadar dan insyaf, pemurah, serta tawakal dalam menghadapi berbagai macam permasalahan.
Melaksanakan shalat merupakan hal wajib bagi setiap mukmin, karena dengan shalat kita akan menjadi tenang dan sabar. Sebagaimana yang tercantum dalam [QS:Al-Baqarah(2):45], yang artinya “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.
Setiap manusia berusaha untuk dapat melaksanakan shalat dengan khusyuk. Ahmad (2006), mengatakan bahwa khusyuk memiliki pengertian sebagai perasaan di dalam jiwa yang nampak dari anggota badan, berupa ketenangan dan ketawadhu’an, sebagai buah dari kokohnya keyakinan di dalam hati terhadap pertemuan dengan Allah SWT. Namun tidak semua orang yang sholat mendapatkan kekhusyukan dalam shalat, karena perasaan khusyuk tidak mungkin bisa didapatkan jika kita tidak memiliki kesadaran dan kepercayaan, bahwa sebenarnya di saat shalat kita sedang berhadapan dengan Allah. Shihab (2000) mengatakan khusyuk adalah tenang dan rendah hati lahir bathin.
Khusyuk dalam shalat sangat diinginkan oleh setiap mukmin, karena dengan khusyuk kita dapat benar-benar merasakan bahwa shalat adalah sebagai penolong, sehingga banyak juga masyarakat yang tertarik untuk mengikuti halaqoh shalat khusyuk. Halaqoh jamaah shalat khusyuk yang di Surakarta hanya ada satu, yaitu di Masjid Fatimah. Kegiatan halaqoh tersebut dilaksanakan setiap senin malam, yang berisi tentang ceramah dan pengajian yang bertujuan untuk mendapatkan khusyuk di dalam shalat.
Ibu MH (36 tahun) yang merupakan salah satu anggota jama’ah halaqoh shalat khusyuk di Masjid Fatimah Surakarta menuturkan bahwa dengan mengikuti jama’ah halaqoh shalat khusyuk, beliau memandang suatu permasalahan adalah sebuah ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya, sehingga beliau semakin menyadari dan meyakini bahwa suatu masalah harus dilalui dengan tenang, meminta tuntunan dari Allah SWT dengan berdo’a, beristigfar dan meminta perlindungan dari Allah SWT agar senantiasa terhindar dari godaan syaithan, membaca syahadat dan sabar yaitu dengan cara menerima dengan ikhlas apapun masalah yang dihadapi.
Tidak jauh berbeda seperti penuturan Bapak TY (30 tahun) yang merupakan anggota jama’ah halaqoh shalat khusyuk, yang mengatakan bahwa manusia harus menerima permasalahan apapun dengan pasrah. Melalui shalat, maka manusia akan menyadari bahwa manusia adalah roh yang harus menerima semua masalah, karena penyelesaian masalah yang diberikan oleh Allah SWT juga akan selesai karena Allah SWT. Jadi manusia harus meyakini bahwa penyelesaian masalah akan digerakkan oleh Allah SWT, sehingga manusia akan difahamkan melalui permasalahan yang dihadapi.
Lebih lanjut, Ibu NH (38 tahun) yang meyakini bahwa suatu penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan cara silatun (menghubungkan diri dengan Allah SWT secara langsung) yang kemudian dilanjutkan dengan shalat, karena beliau merasa bahwa dengan shalat maka Allah SWT segera memberikan jawaban akan permasalahan yang dihadapi, sehingga setiap permasalahan dan musibah yang dihadapi dapat diterima sebagai suatu pelajaran dari Allah SWT yang harus diterima dengan pasrah dan ikhlas.
Berdasarkan uraian di atas, maka upaya yang dilakukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang dilakukan dengan berbagai cara diantaranya; sabar, syukur, ikhlas, pasrah, menerima dan memaafkan.
Berbagai pendapat dari anggota jama’ah shalat khusyuk, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada halaqoh jama’ah shalat khusyuk lebih baik dibandingkan dengan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk. Dalam hal ini, jama’ah halaqoh shalat khusyuk memandang bahwa suatu permasalahan sebagai hal yang positif, karena setiap masalah akan selesai karena Allah SWT. Melalui shalat Allah SWT akan memberikan jawaban dan perlindungan, sehingga manusia akan mendapatkan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Menghadapi berbagai macam persoalan yang dihadapi, manusia terkadang merasakan bimbang dalam pemecahan masalah. Namun dengan shalat manusia tidak akan merasa sendiri dalam menghadapi berbagai macam kesulitan. Walaupun ia tidak melihatnya tapi hatinya tahu bahwa Allah melihat-Nya, dengan kondisi kejiwaan tersebut ia mampu mengungkapkan perasaannya kepada Allah, ia akan berdoa, memohon dan mengadu kepada Allah yang maha mengetahui. Melaksanakan shalat dengan khusyuk segala persoalan yang dihadapi dan menghimpit seseorang serta menekannya akan teratasi, jiwa menjadi tenang dan cerah kembali, Daradjat (1990). Analisis kejiwaan tersebut dapat dipahami pentingnya shalat khusyuk dalam diri manusia, sehingga dapat menjadi penolong dalam menghadapi persoalan.
Alasan dalam penelitian ini memilih jama’ah halaqoh sholat khusyuk karena shalat adalah tempat untuk berserah diri kepada Allah SWT. Melalui shalat khusyuk, maka Allah akan memberikan pertolongan kepada umatnya. Semakin berserah diri kepada Allah SWT maka pemecahan masalah akan datang, sehingga akan menumbuhkan suatu kenikmatan dan ketenangan dalam memecahkan suatu permasalahan.
B. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian diatas, penulis menemukan rumusan masalah tersebut: “Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk di Surakarta?” Dari pertanyaan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah antara Jama’ah Halaqoh Shalat Khusyuk dan Bukan Jama’ah Halaqoh Shalat Khusyuk di Surakarta”.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Pemecahan Masalah
1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari adanya masalah. Setiap masalah selalu muncul dalam bentuk dan tingkat kerumitan yang bermacam-macam. Istilah masalah dapat mendorong reaksi negative bagi individu yang menghadapi. Menurut Kneeland (2001) masalah adalah kesenjangan antara apa yang terjadi dengan segala hal dan apa yang seharusnya terjadi dengan hal-hal tersebut. Pemecahan masalah sering melibatkan hal-hal yang sudah terjadi.
Setiap individu berusaha untuk melakukan pemecahan masalah yang muncul dengan berbagai cara yang berbeda sesuai dengan pengalaman masa lalu. Walaupun pada dasarnya tujuan pemecahan masalah adalah sama yaitu mendapatkan solusi atau jalan keluar dan melepaskan diri dari perjalanan yang dihadapi. Chaplin (2001) dalam kamus lengkap Psikologi menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang tercakup dalam masa menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif jawaban yang mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal.
Anderson (dalam Suharnan, 2005) berpendapat bahwa individu dikategorikan sebagai pemecah masalah yang buruk apabila cenderung menemukan masalah dengan sikap tidak senang, sering merasa terancam, dan cenderung menghindari untuk memikirkan masalah
Menurut Thurstone (dalam Walgito, 2003) berpendapat bahwa individu dalam mengartikan suatu masalah akan bersifat positif bila masalah tersebut menimbulkan perasaan senang, sehingga individu bersifat menerima, tetapi dapat juga bersifat negatif jika masalah tersebut menimbulkan perasaan tidak enak sehingga individu bersifat menolak.
Menurut Piaget (dalam Davidoff, 1988) proses pemecahan masalah manusia didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras, yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Individu yang memiliki satu tujuan, akan menghadapi persoalan, dengan demikian individu tersebut menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu dan mengusahakan sedemikian rupa, sehingga persoalan tersebut dapat diatasi.
Levine (dalam Susilowati, 2004) mengemukakan bahwa individu dikatakan memiliki kemampuan pemecahan dengan baik apabila dapat menyelesaikan masalah secara efektif. Lebih lanjut Billing’s dan Moos (dalam Kresnawati, 2004) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah usaha individu untuk memikirkan dan mempertahankan beberapa alternative pemecahan yang mungkin dilakukan atau melakukan tindakan tertentu yang lebih bertujuan pada cara-cara penyelesaian masalah secara langsung.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diperoleh pengertian bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam usahanya mencari jawaban atau jalan keluar terhadap permasalahan yang dimiliki atau dihadapi sehingga diperoleh hasil pemilihan salah satu jawaban dari beberapa alternatif pemecahan yang mengarah pada satu tujuan tertentu.
2. Aspek-aspek Pemecahan Masalah
Menurut Anderson (dalam Suharnan, 2005), yang membedakan dua aspek penting di dalam pemecahan masalah, yaitu:
a. Sikap (Attitudes)
1. Berpikir positif terhadap masalah. Menjadi seorang yang bisa mencari masalah, yaitu mencari kesenjangan yang ada pada diri sendiri dan orang lain dengan mencari penyebab ketidaknyamanan atau kesenjangan tersebut.
2. Berpikir positif terhadap kemampuan memecahkan masalah. Melihat diri sebagai seorang yang bisa dan mampu memecahkan masalah dengan mengenali sumber-sumber kekuatan yang ada pada diri sendiri dan mencari sumber-sumber eksternal yang sekiranya dapat membantu dalam memecahkan masalah.
3. Berpikir secara sistematis. Menyelesaikan masalah dengan penuh kesadaran melalui tahap-tahap yang telah direncanakan agar diperoleh suatu kesimpulan.
b. Tindakan (Action)
1. Merumuskan masalah. Menentukan ruang lingkup masalah, memahami pokok masalah dan mampu menyatakan situasi sekarang dan situasi yang diharapkan dengan jelas.
2. Mencari dan mengumpulkan fakta. Menentukan sumber-sumber fakta dan mendapatkan cukup fakta serta memikirkan secara teliti mengenai setiap fakta yang dikumpulkan.
3. Memfokuskan pikiran pada fakta-fakta yang penting. Memikirkan karakteristik penting yang ditemukan dari fakta dan relevansinya dengan tujuan yang menjadi sasaran.
4. Menemukan gagasan (ide). Mencari dan menemukan banyak gagasan dengan satu gagasan yang luar biasa, menghindari penilaian negatif terhadap gagasan tersebut, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bersifat umum menuju pada kemungkinan yang lebih khusus.
5. Memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya. Memilih satu gagasan terbaik di antara gagasan-gagasan yang dihasilkan dan mempertimbangkan semua kriteria penting untuk mengevaluasi gagasan-gagasan dan semua kejadian penting yang dapat mempengaruhi nilai atau kegunaan gagasan-gagasan itu, dan melaksanakan gagasan tersebut.
Pengukuran kemampuan masalah dapat dilaksanakan dengan melibatkan berbagai jenis aspek dari beberapa ahli, yaitu Folkman dan Lazarus (dalam Hernawati, 2006) antara lain:
a. Menghadapi masalah
Yaitu usaha yang dilakukan untuk menghadapi masalah secara tenang, rasional dan mengarah pada pemecahan masalah dengan memusatkan perhatian pada masalah yang sedang dihadapi.
b. Perencanaan pemecahan masalah
Yaitu usaha untuk melakukan perencanaan untuk bertindak dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek pemecahan masalah meliputi sikap dan tindakan yang meliputi berpikir positif terhadap masalah, berpikir positif terhadap kemampuan memecahkan masalah, berpikir secara sistematis, merumuskan masalah, mencari dan mengumpulkan fakta, memfokuskan pikiran pada fakta-fakta penting, menemukan gagasan (ide), memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya serta menghadapi masalah dan perencanaan pemecahan masalah.
3. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Individu dalam kenyataannya tidak selalu mampu menyelesaikan masalah yang datang padanya. Dalam mengahadapi masalah, individu ada kalanya menggunakan suatu cara lain walaupun menghadapi masalah yang sama.
Menurut Monica (1998), menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah, yaitu:
a. Pengenalan masalah. Suatu masalah dikenali melalui perbedaan antara apa yang terjadi dalam suatu situasi (aktual) dan apa yang seseorang inginkan untuk terjadi (optimal). Setelah berfikir tentang area-area permasalahan ini selanjutnya memfokuskan pada suatu masalah tertentu.
b. Definisi masalah. Setelah mengenali masalah maka pernyataan masalah harus spesifik.
c. Pilihan tindakan. Pilihan tindakan masalah merupakan beberapa jalan keluar dari masalah. Untuk setiap pilihan tindakan, perlu dibuat dukungan hasil-hasil positif dan negatifnya.
d. Pelaksanaan dan evaluasi. Melaksanakan berarti melakukan atau menerapkan tindakan. Setelah seseorang menentukan pilihan tindakan maka tindakan itu harus dilaksanakan. Sebelum pelaksanaan, evaluasi muncul sebagai sebuah tanggung jawab dan tetap penting sampai tindakan telah selesai dilakukan.
Menurut Woolfolk dan Nicolich (2004), secara umum terdapat empat langkah untuk memecahkan masalah:
a. Memahami masalah. Langkah pertama untuk memecahkan masalah adalah menetapkan secara tepat apa masalahnya yaitu dengan menemukan informasi yang relevan pada masalah yang ada.
b. Menyeleksi solusi. Setelah menentukan masalahnya, kemudian merencanakan strategi dengan menyimpulkan bahwa situasi yang ada sama seperti masalah sebelumnya dan mencoba apa yang berhasil sebelumnya.
c. Memutuskan rencana.
d. Mengevaluasi hasil yaitu meliputi pengecekan fakta baik yang menguatkan maupun melemahkan dari solusi masalah serta mengidentifikasi solusi yang terbaik.
Sedangkan menurut Prasetya (2002), langkah dalam memecahkan masalah ada empat langkah, yaitu:
a. Menentukan dan menyusun prioritas tujuan. Tahap pertama adalah menentukan tujuan yang hendak dicapai dari keputusan yang akan dibuat sekaligus membuat prioritas tujuan menurut latar belakang kepentingannya. Prioritas ini disusun berdasarkan tingkatan kebutuhan sampai dengan keinginan. Artinya, tujuan akan menjadi sangat penting jika tujuan tersebut dibutuhkan sekali, tujuan dapat diperinci secara operasional dengan bantuan beberapa pertanyaan apa, berapa, kapan, dimana, dan bagaimana seperti berikut ini; apa yang harus dibuat, berapa yang harus dipenuhi, kapan harus dilaksanakan, dimana harus dikirim, dan bagaimana cara membuatnya.
b. Menyusun, menilai dan memilih alternatif. Yakni dilakukan penyusunan berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Penilaian alternatif yang ada dilakukan dengan tingkat kemungkinan untuk dapat memenuhi tujuan, selain juga dari tingkat pemanfaatan sumber untuk mencapai tujuan. Alternatif terbaik adalah alternatif yang optimal pencapaian tujuan dan pemanfaatan sumbernya.
c. Menghitung konsekuensi pilihan. Pengertian konsekuensi adalah resiko yang ditimbulkan dari suatu pilihan dalam satuan persoalan potensial yang telah diidentifikasi sebelumnya.
d. Mengawasi pelaksanaan keputusan. Setelah konsekuensi pilihan optimal terukur. Maka tahap selanjutnya adalah mengawasi pelaksanaan keputusan itu sendiri. Pelaksanaan keputusan harus diawasi ekstra untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang mungkin terjadi pada saat keputusan itu terjadi pada saat keputusan itu diimplementasikan selain untuk mengatasi persoalan potensial yang sudah diperhitungkan terlebih dahulu.
Lebih lanjut Kneeland (2001) mengemukakan enam langkah pemecahan masalah, yaitu:
a. Menyadari adanya permasalahan. Sesuatu yang menarik perhatian dan memerlukan perhatian secara khusus.
b. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan. Menyelidiki lingkungan dn menanyakan beberapa pertanyaan sehingga terkumpul fakta-fakta.
c. Mendefinisikan permasalahan. Meyakini bahwa telah memahami dan masalah secara keseluruhan.
d. Mengembangkan pilihan-pilihan solusi.menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara mengerjakan.
e. Memilih solusi terbaik. Hal ini dilakukan setelah memiliki apa saja yang dibutuhkan.
f. Menerapkan solusi. Melihat atau mengevaluasi hasil-hasil untuk mengetahui apakah permasalahan sudah dipecahkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan pemecahan masalah individu akan melalui beberapa tahap antara lain: mengenali atau mengidentifikasi masalah yang dihadapi, mengumpulkan informasi berkaitan dengan masalahnya, menentukan alternatif yang baik, pelaksanaan pemecahan masalah berdasar dari alternatif yang dipilih serta melakukan evaluasi.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah, meliputi:
a. Inteligensi. Ester (dalam Walgito, 2003) mengemukakan bahwa dalam pemecahan masalah cepat atau lambatnya tergantung dari tingkat inteligensi individu yang bersangkutan. Faktor inteligensi dianggap memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan pemecahan masalah.
b. Usia. Sejalan dengan bertambah usia maka individu akan semakin matang dan kemampuan pemecahan masalah akan semakin bertambah. Kematangan tersebut ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah yang merupakan produk dari kemampuan berpikir yang lebih sempurna yang ditunjang dengan sikap serta pandangan yang rasional (Mappiare, 1982)
c. Jenis kelamin. Pria kebanyakan lebih mampu melakukan pemecahan masalah daripada wanita, karena pria dituntuk untuk tidak tergantung pada orang lain tetapi harus bertahan. Pria lebih menggunakan rasio sehingga dalam pemecahan masalah dibutuhkan ketegasan dan rasionalitas dalam menghadapi masalah. Blood (dalam Setiyowartini, 2008) berpendapat bahwa wanita diperbolehkan bersandar secara emosional pada pria. Disamping itu secara kodrati perempuan cenderung untuk menggunakan perasaannya dalam menghadapi masalah.
d. Kreativitas. Merupakan suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan cara baru dalam memandang masalah dan solusinya (Munandar, 1994). Semakin tinggi tingkat kreativitas individu, semakin banyak ide atau alternatif yang dia temukan.
5. Konsentrasi. Konsentrasi dalam memecahkan masalah mutlak diperlukan. Suadirman (1992), mengatakan bahwa konsentrasi adalah pemusatan segenap kekuatan pada situasi tertentu, sehingga tidak diperhitungkan sekedarnya. Selanjutnya Suadirman (1992) mengatakan bahwa konsentrasi seseorang terhadap suatu masalah mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah.
6. Kepercayaan diri (Astono, 2001) mengungkapkan bahwa tumbuhnya kepercayaan diri akan mendorong dan merangsang individu dalam mencoba dan mencari cara baru untuk dipecahkan.
7. Lingkungan sosial yaitu lingkungan dimana seseorang mengadaptasi cara-cara penyelesaian masalah melalui komunikasi dalam keluarga. Monks, dkk (2002) bahwa komunikasi dalam keluarga akan membantu seseorang menyelesaikan masalahnya atau tugasnya dan memberikan kepuasan yang bersifat personal. Adanya suatu masalah yang selalu dikomunikasikan dengan keluarga akan memberikan kesempatan pada individu untuk mendapatkan pengalaman atas informasi-informasi tentang penyelesaian masalah sejak awal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah meliputi inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, pengalaman, kepercayaan diri dan lingkungan sosial.

B. Shalat Khusyuk
1. Pengertian Shalat
Dalam ilmu fiqih, shalat diartikan sebagai suatu macam bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu (Daradjat, 1990).
Shalat merupakan santapan spiritual dan obat yang dapat menyembuhkan segala gejala jiwa, mengurangi atau menghilangkan rasa takut, cemas dan memberikan kekuatan pada yang lemah (Al Hasani, 1992). Selain itu shalat dalam bahasa arab diartikan sebagai doa memohon kebajikan dan pujian (Ash Siddieqy, 1986).
Menurut Ash. Shiddieqy (1986) bahwa shalat adalah perbuatan mendekatkan hati dan jiwa kepada Allah yang mendatangkan rasa takut dan menumbuhkan rasa pengakuan kebenaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan penuh khusyuk dan ikhlas didalam perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhir dengan salam.
Sangkan (2006) mengemukakan bahwa shalat merupakan suatu aktivitas jiwa (soul) yang termasuk dalam kajian ilmu psikologi transpersonal, karena shalat adalah proses perjalanan spiritual yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia untuk menemui Tuhan semesta alam. Shalat dapat menjernihkan jiwa dan mengangkut peshalat mencapai taraf kesadaran yang lebih tinggi (altered stated of consciousness) dan pengalaman puncak (peak experience). Shalat adalah salah satu cara ibadah yang berkaitan dengan meditasi transcendental, yaitu mengarah jiwa pada satu obyek dalam waktu beberapa saat, seperti halnya dalam melakukan hubungan langsung antar hamba dengan Tuhan ketika shalat, Ruhani bergerak menuju zat yang maha mutlak. Pikiran terlepas dari keadaan riil dan panca indera melepaskan diri dari segala macam keruwetan peristiwa sekitar kita, termasuk keterkaitannya terhadap sensasi tubuhnya seperti rasa sedih, gelisah, rasa cemas dan lelah. Bentuk perjalanan kejiwaan dalam shalat ini oleh para ahli psikologi disebut kejiwaan dalam shalat ini oleh para ahli psikologi disebut proses untuk memasuki kesadaran psikologi transpersonal.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa shalat merupakan suatu perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dengan kita melakukan shalat maka dapat memberikan ketenangan hati dan jiwa, serta melepaskan diri dari segala macam keruwetan peristiwa di sekitar kita dan segala gejala jiwa diantaranya ketakutan, cemas rasa sedih dan gelisah.
2. Dasar Hukum Shalat
Melaksanakan shalat adalah wajib bagi setiap orang yang sudah mukallaf (terbebani kewajiban syari'ah), baligh (telah dewasa/dengan ciri telah bermimpi), dan 'aqil (berakal). Allah SWT berfirman dalam [QS:An-Nisa’(4):103], yang artinya: ”…Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” . kemudian Allah SWT juga berfirman dalam [QS:Al-Bayyinah(98):5], yang artinya: "Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka hanya beribadah/menyembah kepada Allah sahaja, mengikhlaskan keta'atan pada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif (lurus), agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus". Berdasarkan uraian diatas, maka diperoleh kesimpulan bahwa hukum shalat adalah wajib bagi setiap mukmin.
3. Kedudukan Shalat
Shalat merupakan salah satu rukun Islam setelah syahadatain .Amal yang paling utama setelah syahadatain. Seseorang yang menolak kewajibannya maka dia harus dipahamkan tentang wajibnya shalat tersebut, barangsiapa tidak meyakini tentang wajibnya shalat (menentang) maka dia telah kafir. Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena menggampang-gampangkan atau malas, maka wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah. Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Pemisah di antara kita dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barang siapa meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir." (HR. Ahmad)
Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang tidak sama dengan ibadah-ibadah yang lain, karena shalat merupakan tiang agama. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan: "Pondasi (segala) urusan adalah Islam, dan tiangnya (Islam) adalah shalat, sedangkan yang meninggikan martabatnya adalah jihad fi sabilillah."(HR. Tirmidzi)
Shalat merupakan kewajiban mutlak yang tidak pernah berhenti kewajiban melaksanakannya sekalipun dalam keadaan takut, sebagaimana firman Allah dalam [QS:Al-Baqarah(2):238-239], yang artinya: "Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa, berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (akan bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah) sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
Shalat adalah ibadah yang pertama kali diwajibkan Allah dan nantinya akan menjadi amalan pertama yang dihisab di antara malan-amalan manusia serta merupakan akhir wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya: "Shalat, shalat dan budak-budak yang kamu miliki."
(HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Shalat yang nantinya akan menjadi amalan terakhir yang hilang dari agama ini. Jika shalat telah hilang, berarti hilanglah agama secara keseluruhan. Untuk itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan dengan sabdanya: "Tali-tali (penguat) Islam sungguh akan musnah seikat demi segera berpegang dengan ikatan berikutnya (yang lain). Ikatan yang pertama kali binasa adalah hukum, dan yang terakhir kalinya adalah shalat."
(HR. Ahmad)
4. Macam-macam Shalat
Dalam buku LPID (2005) pengertian shalat wajib (fardlu) adalah shalat lima waktu yang diwajibkan oleh Allah SWT dalam sehari semalam yang disyari’atkan pada tahun 11 dari kenabian Muhammad SAW atau tahun 621 M ketika belaiau dimi’rajkan. Oleh karena itu shalat merupakan mi’rajnya kaum muslimin. "Innash Shalata Kaanat Alal Mu'miniina Kitaaban Mauquuta (Shalat itu wajib dikerjakan oleh muslim/mu'min yang sudah ditentukan waktu-waktunya)", dan akan mendapat pahala dari Allah SWT bila mengerjakannya, serta akan mendapat siksa dari Allah SWT bila tidak mengerjakannya.
Adapun macam-macam shalat wajib atau shalat fardlu dan shalat sunnah rawatib sebagai berikut :
a. Shalat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan empat raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam ± pukul 19:00 sampai menjelang fajar, yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah (sebelum) dan ba'diyah (sesudah) shalat isya.
b. Shalat Subuh yaitu shalat yang dikerjakan dua raka'at dengan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar ± pukul 04:10 yang hanya diiringi dengan shalat sunnah qobliyah (sebelum) saja, sedang ba'diyah (sesudah) dilarang.
c. Shalat Dhuhur yaitu shalat yang dikerjakan empat raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan saat matahari tepat di atas kepala atau tegak lurus, ± pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan shalat sunnah qobliyah (sebelum) dan shalat sunnah (sesudah) ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at dengan satu kali salam).
d. Shalat Ashar yaitu shalat yang dikerjakan empat raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir, ± pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata yang hanya diiringi oleh shalat sunnah qobliyah (sebelum) dengan dua raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam.
e. Shalat Maghrib yaitu shalat yang dikerjakan tiga raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam, ± pukul 18:00 yang diiringi oleh shalat sunnah ba'diyah (sesudah) dua raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam, sedang shalat sunnah qobliyah (sebelum) hanya dianjurkan bila mungkin lakukan, tapi bila tidak mungkin lebih baik tidak dilakukan karena akan kehabisan waktu.
Bila dalam keadaan normal shalat wajib harus dikerjakan sesuai waktunya, tapi bila dalam keadaan bepergian jauh ± 81 Km atau dalam keadaan yang sulit, boleh dilakukan dengan cara jama' yaitu dengan ketentuan jumlah raka'atnya tidak berkurang. Jama' dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Jama' Taqdim : shalat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan menarik waktu yang terbelakang, seperti : shalat Ashar dilakukan pada waktu shalat Dhuhur, dan shalat Isya dilakukan pada waktu shalat Maghrib, kesemuanya itu dilakukan secara bersama-sama.
b. Jama' Ta'khir : shalat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan mengakhirkan waktu yang pertama, seperti : shalat Dhuhur dilakukan pada waktu shalat Ashar dan shalat Maghrib dilakukan pada waktu shalat Isya.
5. Arti Kata Khusyuk
Shalat merupakan kunci yang menghantarkan seorang mukmin untuk meraih rahmat Allah lebih besar, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan adanya rahmat dari Allah, maka setiap permasalah hidup yang dihadapi akan lebih terasa ringan, karena Allah adalah maha penolong.
Khusyuk dilihat dari segi bahasa berasal dari kata khasya’a yang berarti takluk atau tunduk. Arti kata khusyuk menurut Al Baghawi (dalam Thalib, 2001) khusyuk adalah tenang, sujud dan lirih. Sedangkan menurut Ibnu Qoyyim (dalam Thalib, 2001) khusyuk adalah tunduk menerima perintah dan hukum Allah serta menerima perintah-perintah Allah dengan penerimaan yang baik. Shihab (2002) mengatakan khusyuk adalah tenang dan rendah hati lahir batin. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti kata khusyuk adalah takluk dan tunduk, tenang, sujud, lirih dan tenang karena takut serta menerima perintah Allah dengan baik.
6. Pengertian Shalat Khusyuk
Islam telah diajarkan tentang bagaimana cara pelaksanaan shalat sesuai dengan ajaran Ilahi, sehingga kita akan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dan dapat menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan (Yusuf, 1985)Selanjutnya Yusuf (1985) mendefinisikan shalat khusyuk adalah shalat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan memusatkan perhatian. Pada shalat itu dapat melupakan segala hal yang lain. Hanya hubungan dengan Allah itulah yang memenuhi jiwa saat melakukan shalat tadi.
Al- Ghazali (1995) menyebutkan bahwa makna shalat khusyuk adalah sebagai kerendahan hati untuk berbincang-bincang dengan Allah. Selanjutnya Daradjat (1990) mendefenisikan menjalankan shalat secara khusyuk adalah melaksanakan shalat secara sungguh-sungguh, berusaha untuk mengkonsentrasikan diri hanya ingat kepada Allah melalui makna bacaan shalat.
Khusyuk merupakan upaya menghadirkan kebesaran Allah dalam benak, pada hakikatnya bertingkat-tingkat. Para ulama fiqh ketika menetapkan sunnahnya khusyuk melihat pada khusyuk yang peringkatnya tinggi, dan ketika mereka menetapkan bentuk khusyuk dalam bentuk minimal (Shihab, 2002). Selanjutnya Shihab (2000) menyatakan banyak orang menduga bahwa khusyuk dalam shalat menjadikan seseorang larut dalam rasa dan ingatan kepada Allah SWT tidak mengingat selain-Nya, dan tidak merasakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan-Nya. Hal ini mustahil dilakukan kecuali oleh sebagian kecil manusia. Al-Ghazali (1995) menyatakan bahwa persyaratan adanya khusyuk pada seluruh bagian shalat sangat sulit diterapkan, dan ada jalan darurat, yakni mempersyaratkan adanya kehadiran hati. Walaupun hanya sekejap, yaitu pada saat takbiratul ihram. Kehadiran hati adalah ruhnya shalat dan kabar paling sedikit bagi kehidupannya adalah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram, semakin besar kehadiran hati pada shalat maka semakin lapang pula roh shalat pada berbagai bagiannya (Al-Ghazali, 1995).
Sebagai kesimpulan, maka shalat khusyuk adalah memusatkan perhatian pada shalat itu sendiri, berkonsentrasi hanya ingat kepada Allah dan menghadirkan hati melalui makna baca-bacaan shalat serta memahami apa yang diucapkan dan diperbuat, dan khusyuk yang paling rendah adalah kehadiran hati pada waktu takbiratul ihram.

7. Aspek-aspek Shalat Khusyuk
Menurut Al-Ghazali (1995) ada 6 aspek shalat yang khusyuk, yaitu:
a. Kehadiran hati, yakni kekosongan hati dari segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang dikerjakannya ataupun diucapkannya kesadaran tentang perbuatan dan ucapannya tidak terpisah dari kedua-duanya, pikiran pun tidak pernah melayang kecuali di sekitar kedua-duanya. Apabila pikirannya berpaling dari segala sesuatu yang dikerjakannya, sementara hatinya penuh dengan sebutan tentangnya, maka itulah yang disebut kehadiran hati.
b. Pemahaman, yakni kesadaran yang mencakup juga pemahaman makna ucapan seseorang. Perbedaan pada setiap orang terletak pada ketidak mungkinannya untuk saling berbagi pemahaman dan rasa hormat pada Al-Qur’an. Dari keseringkalian beribadah akan dapat dikutip betapa kehalusan makna kandungan Al-Qur’an dapat dipahami selagi melaksanakan shalat. Suatu hal yang tidak dapat pernah terjadi sebelumnya dalam kaitan ini, maka shalat menjadi pangkal bagi perbuatan keji dan mungkar, sehingga pemahaman terhadap aspek-aspek shalat akan membentuk tentang bagi perbuatan tercela.
c. Pengagungan atau rasa hormat, maksudnya adalah sesuatu yang berkembang dari kesadaran hati dan pemahaman sebagai contoh setiap orang bisa saja memerintah pembantunya dengan ucapan-ucapan yang sepenuhnya disadari. Sedangkan makna kata-katanya juga dipahami tetapi semuanya berlangsung tanpa rasa hormat atau pengangguran adalah unsur-unsur tambahan.
d. Kedahsyatan adalah suatu sikap yang melebihi rasa hormat. Dalam kenyataannya, kedahsyatan adalah persahaan yang tumbuh dari rasa takut tanpa pernah memiliki pengalaman rasa takut, seseorang tidak akan merasakan kedahsyatannya. Dapat dinyatakan bahwa kedahsyatan adalah sejenis rasa takut dan hormat sekaligus.
e. Pengharapan, didalam setiap shalat kita harus selalu berharap akan mendapat ganjaran-Nya, sebagaimana juga rasa takut terhadap hukuman-Nya bagi kesalahan-kesalahan yang kita perbuat.
f. Rasa malu, adalah tambahan terhadap pengharapan. Dasarnya adalah kenyataan akan kekurangan seseorang atau pengakuan akan rasa yang telah diperbuat. Memang kita dapat merasa mengagungkan takut dan berpengharapan, jika diikuti dengan rasa malu.
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa didalam shalat yang khusyuk harus terdapat kehadiran hati, pemahaman akan makna bacaan shalat, pengagungan kepada Allah, kedahsyatan, penuh pengharapan untuk mendapatkan pahala dalam shalatnya dan rasa malu bahwa ia banyak melakukan dosa.

3. Tata Cara Shalat Khusyuk dan Dampak Psikologisnya
Ada beberapa cara untuk menggapai kekhusyukan dalam shalat dan dampak psikologis yang diperoleh melalui sholat, yaitu:
a. Takbiratul Ihram. Nabi SAW selalu memulai shalatnya dengan takbiratul ihram yakni mengucapkan “Allahu Akbar”. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila engkau hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom." (Muttafaqun 'alaihi). Dalam gerakan serta pengucapan lafal takbir, Al Jauziyah (2008) mengemukakan bahwa kalimat Allahu Akbar yang berarti adalah “Allah Maha Besar”, dalam hal ini seseorang merasakan dampak psikologis mengakui keagungan dan kebesaran Allah, hanya Allah yang Maha Besar dan tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah sekalipun masalah dan apapun yang dihadapi manusia di dunia. Semua itu hanyalah sesuatu yang kecil di mata Allah, dengan demikian manusia sebagai hamba Allah mengakui serta yakin dan percaya apapun yang menjadi persoalan serta cobaan yang manusia hadapi, Allah akan selalu mendampinginya dan niscaya memberikan petunjuk serta jalan keluar.
b. Mengangkat Kedua Tangan. Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a, ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari ruku'nya." atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga ,berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits r.a, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam shalat)." (HR. Muslim).
c. Bersedekap. Nabi SAW meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda: "Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan shalat." (HR Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya').
d. Memandang Tempat Sujud. Pada saat mengerjakan shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (didalam shalat)." (HR. Baihaqi)
e. Membaca Do'a Iftitah. Nabi SAW membaca do’a iftitah bermacam-macam, dalam doa tersebut Nabi SAW mengucapkan pujian dan sanjungan serta kalimat keagungan untuk Allah. Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya: "Tidak sempurna shalat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa iftitah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud). Adapun bacaan doa iftitah yang diajarkan oleh Nabi SAW diantaranya adalah "allahuumma ba'id bainii wa baina khathaayaaya kamaa baa'adta bainal masyriqi wal maghribi, allaahumma naqqinii min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Allaahummaghsilnii bil maa'i wats tsalji wal baradi" yang artinya: "Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah kau dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari Muslim). Dalam pengucapan lafal doa iftitah terdapat pemujian serta permohonan yang ditujukan pada Allah. Dalam hal ini seseorang merasakan dampak psikologis bahwa manusia di dunia ini bisa memperoleh ketenangan, tidak gelisah, tidak cemas dan tidak memiliki pikiran negative terhadap apa yang ada dihadapannya kala itu. Manusia akan menyerahkan semuanya kepada Allah dan dikembalikan kepadaNya.
f. Membaca Ta'awwudz. Sebagaimana firman Allah SWT dalam [QS:An-Nahl(16):98], yang artinya: "Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk". Dampak psikologis yang di peroleh adalah seseorang menjadi tenang dan aman, karena merasa bahwa dirinya sudah ada dalam perlindungan.
g. Membaca Al Fatihah. Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun shalat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi SAW yang artinya: "Tidak dianggap shalat (tidak sah shalatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah" (HR.Bukhari Muslim)
Al Jauziyah (2008), mengungkapkkan bahwa dengan memaknai bacaan Al Fatihah maka akan memberikan dampak psikologis pada manusia berupa keyakinan serta ketenangan dari berbagai godaan syaitan yang terkutuk karena Allah akan selalu melindungi manusia darinya. Sehingga manusia mendapatkan kemudahan dalam menjalani persoalan hidup dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah, maka seseorang akan merasakan kehadiran dan perlindungan serta pertolongan sepenuhnya dari Allah.
h. Membaca “Amiin” yang artinya: “perkenankanlah wahai Tuhanku, apa yang telah aku pinta dari-Mu”, yang akan memberi dampak psikologis bahwa seseorang akan menjadi tenang karena telah menyerahkan semua permasalahan dan memohon untuk dikabulkan, Thabbarah (2001).
i. Membaca ayat Al-Qur’an sesudah Al-Fatihah. Thabbarah (2001) mengemukakan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi penyembuh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kejiwaan, maka seorang muslim bisa memilih di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan kegundahan hati, karena di dalam Al-Qur’an terdapat hidayah yang dapat diminta.
j. Ruku'. Rasulullah SAW setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, lalu mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihram (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah dari Abdullah bin Umar, yaitu : "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam shalat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku'. (HR.Bukhari Muslim). Tata cara ruku’ yang dilakukan rasulullah SAW adalah dengan meletakkan telapak tangannya pada lutut, menekankan tangan pada lutut, merenggangkan jari-jemari, merenggangkan kedua siku dari lambung, antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut, thuma-ninah atau bersikap tenang dan memperlama ruku' dengan membaca ”Subhaana Rabbiyal 'Adhzim” sebanyak tiga kali atau lebih, yang artinya:"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung". (HR. Ahmad) atau dengan membaca ”Subhaanakallahumma wa bihamdika allahummaghfirlii”, yang artinya: "Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku”. Berdasarkan hadits dari 'A-isyah, bahwasanya dia berkata: "Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an." (HR. Bukhari Muslim).
Menurut Al Jauziyah (2008), gerakan ruku’ merupakan gerakan yang menunjukkan bahwa ada penggabungan serta merasa bahwa dirinya kecil dan hina di hadapan Allah. Dalam hal ini berarti dampak psikologis yang timbul adalah manusia selalu yakin bahwa Allah akan menjaga dan membimbing manusia sebagaimana permohonan yang sudah dipanjatkan. Untuk kepentingan kita sendiri, Allah SWT memerintahkan kita ruku’ yangg diulang-ulang dengan harapan ketika kita dihadapkan oleh berbagaii ujian-Nya, kita tidak mudah putus asa karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
k. I'tidal dari ruku'. Setelah ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit dari ruku' (i'tidal). Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setara kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' sambil mengucapkan:”Sami'allaahu Liman Hamidah" (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik). Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku' itu membaca: Sami'allahu Liman Hamidah, kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan: Rabbanaa Wa Lakal Hamd, yang artinya: ”Rabbku dan segala puji kepada-Mu”. Dalam gerakan serta pengucapan lafal doa pada ruku yang berarti manusia meyakini bahwa Allah selalu mendengarkan dan memperhatikan semua yang berkaitan dengan hambanya yang memujiNya, baik saat shalat maupun tidak (Al Jauziyah, 2008). Karena, yang manusia inginkan atau yang dipikirkan niscaya Allah kabulkan. Dia sangat bangga karena seruan-Nya dipenuhi, sehingga Dia berkenan memberikan anugerah-Nya itu dengan menegakkan kita kembali, meskipun hanya sesaat. Di sini kita harus yakin bahwa jika seseorang dekat dengan Allah, maka Dia akan berikan petunjuk untuk jalan keluar dari segala kesulitan yang kita hadapi.
l. Sujud. Sujud dilakukan setelah i'tidal, yang dilakukan dengan cara bersujud pada 7 anggota badan, yakni jidat/kening/dahi dan hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung kaki yang dilakukan dengan menekan; kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung; menjauhkan perut/lambung dari kedua paha; merapatkan jari-jemari; menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit; thuma-ninah dan sujud dengan lama serta dengan membaca ”Subhaana Rabbiyal A'laa” sebanyak tiga kali, atau ”Subhaanakallaahumma Rabbanaa Wa Bihamdika Allaahummaghfirlii” (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam gerakan serta pengucapan lafal bacaan sujud memiliki dampak psikologis bahwa manusia merasakan sebagai hamba yang dekat dengan Allah. Al Jauziyah (2008), karena perasaan kedekatan itulah manusia merasaan bahwa Allah satu-satunya yang mengerti apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dihadapi hambanya serta akan membantu dan memberi peringatan jika hambanya melakukan kesalahan. Berkenaan dengan hal ini, Prof. Saboe (dalam Al jauziah, 2008) mengemukakan bahwa jelas kiranya betapa pentingnya sikap sujud ini bagi kesehatan otak. Dengan sikap sujud ini dinding dari urat-urat nadi otak dapat dilatih dan dibiasakan dengan menerima darah yang relative lebih banyak dari oleh pecahnya urat-urat nadi otak dapat dihindarkan, terutama bila oleh emosi maupun amarah”
m. Duduk Antara Dua Sujud. Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan) dan duduk iq'ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits Al-Bukhari dan An-Nasa’i, yang artinya : ” beliau menegakkan kaki kanannya dan menghadapkan jari jemarinya ke kiblat”. Bacaan yang diucapkan adalah “Allaahummaghfirlii warhamnii wa 'aafinii wahdinii warzuqnii” (abu dawud).
Al Jauziyah (2008), duduk iftirasy yang berupa doa sebaiknya diiringi dengan penerimaan diri kepada allah. Sebab doa yang kita panjatkan ketika duduk sebenarnya sudah dikabulkan allah (berdoalah maka aku kabulkan), kalau ditolak maka pemberian Allah itu tidak akan bisa dirasakan. Namun kalau menerima pemberian Allah dalam duduk iftrirasy maka kita akan merasakan begitu cepat pengabulan Allah terhadap doa yang kita sampaikan kepada beliau. Maka resep duduk iftirasy adalah menerima Allah dengan segenap hati dan jiwa, sebelum menerima tentunya hati dan pikiran kita tundukkan kepada Allah. Semakin kita tunduk kita kepada Allah semakin besar pula pemberian Allah kepada kita. Oleh karena itu mengapa duduk iftirasy di apit oleh sujud.. Karena agar permohonan kita disertai dengan penerimaan, rela, pasrah dengan pemberian Allah sesuai dengan apa yang kita mintakan ketika duduk iftirasy.
n. Menuju Raka'at Berikutnya. Pada masalah ini ada dua kondisi, yaitu bangkit menuju raka'at berikut dari posisi sujud kedua pada akhir raka'at pertama dan ketiga dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal pada raka'at kedua. Bangkit atau bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir raka'at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
o. Duduk Tasyahhud Awwal Dan Tasyahhud Akhir. Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam shalat yang menyingkap makna segala kebaikan yang senantiasa disandarkan kepada Allah. Serta penghormatan kepada Allah yang hanya Dialah yang pantas mendapatkan hormat. Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada shalat yang jumlah raka'atnya lebih dari dua, pada sholat wajib dilakukan pada raka'at yang ke dua. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada raka'at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua, caranya adalah waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan. Dari Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam dua roka'at (tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll)."(HR. Abu Dawud). Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat, yaitu "at-tahiyyaatu lillahi was sholawatu wat thayyibaat, as-salamu'alaika ayyuhan nabiy wa rahmatullahi wa barakatuhu, as-salaamu 'alaina wa 'alaa 'ibaadillahis shalihin. Asyhadu allaa ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluhu" artinya: ”segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya”. (HR. Bukhari). Dari Ka'ab bin Ujrah berkata : "Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : 'Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu?” Beliau berkata : ucapkanlah "Allaahumma shalli 'ala muhammad wa 'alaa aali muhammad kamaa shallaita 'alaa aali ibrahiim, innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik 'alaa muhammad wa 'alaa aali muhammad kamaa barakta 'alaa aali ibrahiim, innaka hamiidum majiid." artinya: "Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung."
Dalam tasyahhuud ini manusia akan mendapatkan semangat kedekatan kepada Allah, nikmat menghadap Allah serta Keselamatan dari dunia dan terputusnya hubungan dengan dunia selama shalat, Al Jauziyah (2008). Setelah ke shalat manusia kembali ke dunia yang penuh dengan persoalan hidup, namun manusia ingat dan yakin serta merasakan bahwa ia tidak sendiri dan selalu dalam perlindungan dan petunjuk dari Allah dalm mengarungi kehidupan.
p. Salam. Sebagai tanda berakhirnya gerakan shalat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do'a minta perlindungan dari empat fitnah atau tambahan do'a lainnya. "Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya (yaitu shalat) adalah mengucapkan salam." (HR.Al-Hakim dan Adz-Dzahabi). Cara salam adalah dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do'a salam kemudian ke kiri, yaitu ”As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh, As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh”.
Manusia hidup di dunia tidak sendiri, jadi perlu adanya bersosialisasi dengan salaing mendoakan satu sama lain, sehingga niscaya keselamatan, berkah serta rahmat dan kesejahteraan akan diperoleh sepenuhnya oleh manusia. Dalam hal ini, sangatlah penting manusia tidak mudah suudzon ketika bersosialisasi dengan selalu berpikir positif tentang orang lain dan menegang teguh prinsip nahwa mengambil hikmah dari masalah yang muncul ketika proses sosialiasi, karena masalah yang muncul datangnya dari Allah dan Allah jualah yang akan memberi pemecahannya.
C. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah antara Jama’ah Halaqoh Sholat Khusyuk dan Bukan Jama’ah Halaqoh Sholat Khusyuk
Shalat adalah salah satu bentuk ibadah, shalat dapat memberikan makna tertentu pada seseorang apabila orang tersebut benar-benar melaksanakan shalat dengan khusyuk. Allah berfirman dalam [QS: Al-Baqarah(2):45], yang artinya “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang- orang yang khusyuk”
Melalui shalat dengan khusyuk, Allah akan menolong seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup. Shalat dengan khusyuk dilakukan dengan kehadiran hati, lirih dan tenang, Al Baghawi (dalam Thalib,2001). Tenang dalam menjalankan shalat akan menjadikan seseorang lebih konsentrasi dalam memaknai setiap kalimat bacaan shalat yang akan memberikan dampak psikologis yang lebih baik dalam menghadapi permasalahan. Pada bacaan shalat, ada permohonan agar diberi petunjuk dalam setiap permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu, sehingga seorang individu akan merasakan ketenangan dalam menghadapi permasalahan dan menyerahkan segala urusan kepada Allah, serta menerima setiap permasalahan dengan senang. Perasaan senang dalam menerima setiap permasalahan yang ada, sangat dibutuhkan dalam tahap penyelesaian masalah, karena melalui perasaan senang maka individu akan bersifat menerima setiap permasalahan yang dihadapi. Thabbarah (2001) mengemukakan bahwa upaya yang dilakukan agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui sholat khusyuk, salah satunya adalah bentuk kepasrahan atau tawakal. Tawakal kepada Allah berarti bahwa manusia harus menyerahkan semua urusan kepada Allah, sehingga individu tidak pernah dirisaukan oleh masa depan serta oleh hal-hal yang datang secara tiba-tiba yang disembunyikan oleh Allah, dan meminta ganti kekhawatiran dengan ketenangan kepada Allah. Jika individu pasrah dalam menghadapi permasalahan, maka tiap individu tidak akan merasa tertekan karena sikap mau menerima permasalahan dengan sikap tawakal.
Sikap menerima permasalahan akan membawa seseorang untuk berpikir positif terhadap permasalahan yang ada. Berpikir positif terhadap masalah merupakan salah satu aspek penting dalam pemecahan masalah, sehingga seseorang mampu berpikir secara sistematis, dapat menemukan gagasan dan berani melaksanakan gagasan terbaiknya serta mampu berkonsentrasi dalam pemecahan masalah, Anderson (dalam Suharnan 2005)
Jama’ah halaqoh shalat khusyuk diberi pelatihan dalam menuju kekhusyukan dalam menjalankan shalat, jama’ah dilatih untuk memaknai setiap bacaan dan gerakan dalam shalat. Melalui sikap khusyuk dan pemaknaan yang benar, maka jama’ah halaqoh shalat khusyuk selalu berusaha mengambil makna dari setiap kata dan kalimat yang diucapkan dalam shalat. Makna dari setiap bacaan dan gerakan dalam shalat akan membawa jama’ah halaqoh shalat khusyuk pada sikap mau menerima permasalahan dengan senang dan selalu berpikir positif bahwa setiap permasalahan adalah suatu proses pembelajaran bagi individu dan setiap permasalahan yang ada akan selesai karena Allah dan akan membawa hikmah yang positif bagi setiap individu yang melalui berbagai macam permasalahan hidup.
Sedangkan pada bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk tidak ada pelatihan dalam menuju kekhusyukan dalam shalat. Halaqoh yang dilakukan oleh bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk merupakan suatu pengajian yang materinya berisi tentang Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga tidak ada pelatihan yang khusus mengenai tata cara shalat dengan khusyuk.
Daradjat (1990) mengatakan bahwa orang yang khusyuk dalam shalatnya dapat menyadari betapa besar pengaruh shalat bagi terciptanya ketenangan hidup, ketentraman lahir dan batin serta kesehatan jiwa pada umumnya.
Selanjutnya Thabbarah (2001) menambahkan bahwa seseorang yang menjalankan shalat dengan kekhusyukan maka di dalam dirinya telah berkembang kemampuan memusatkan pikiran dan kemampuan itu akan menjadi faktor yang sangat menunjang dalam menuntaskan semua pekerjaan dan permasalahan yang dihadapi.
D. Hipotesis
Berdasarkan tujuan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut: “Ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk”.

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan latar belakang di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk di Surakarta.

B. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pimpinan masjid
Dapat digunakan sebagai pedoman untuk membuat kebijakan mengenai kegiatan-kegiatan halaqoh yang diselenggarakan di masjid, khususnya yang berkaitan dengan jenis kegiatan holaqoh.
2. Bagi jamaah halaqoh
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengikuti jenis kegiatan halaqoh di masjid-masjid, sehingga dapat lebih bermanfaat dalam kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah.
3. Bagi masyarakat umum
Agar mengetahui informasi tentang manfaat yang diperoleh dari berbagai kegiatan holaqoh di masjid-masjid, sehingga dapat memilih jenis halaqoh yang diinginkan dan memperoleh manfaat dari kegiatan halaqoh yang diikuti.
4. Bagi ilmuwan psikologi
Penelitian ini memberikan wacana pemikiran di bidang psikologi pada khususnya, yang berkaitan dengan perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis dan dapat digunakan sebagai pijakan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya, jika menggunakan tema yang sama.














BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk di masjid Fatimah dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk di masjid Al-Mukarrom. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive non random sampling, yaitu anggota populasi yang dijadikan subjek penelitian adalah subjek yang mempunyai ciri-ciri yang telah ditentukan sebelumnya dimana masing-masing anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi subjek penelitian. Karakteristik pengambilan sampel dalam penelitian ini,antara lain: a) jama’ah halaqoh shalat khusyuk di masjid Fatimah, b) jama’ah bukan shalat khusyuk di masjid Al-Mukarrom, c) usia di atas 20 tahun.

B. Identifikasi Variabel
1. Variabel tergantung : kemampuan pemecahan masalah
2. Variabel bebas : keikutsertaan jama’ah halaqoh shalat
a. Jama’ah halaqoh shalat khusyuk
b. Bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk




C. Definisi Operasional Variabel
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam usahanya mencari jawaban atau jalan keluar terhadap permasalahan yang dimiliki atau dihadapi sehingga diperoleh hasil pemilihan salah satu jawaban dari beberapa alternative pemecahan yang mengarah pada satu tujuan tertentu. Tinggi rendahnya kemampuan pemecahan masalah dapat di ukur menggunakan skala kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari dua aspek dari Anderson (dalam Suharnan, 2005) yaitu sikap dan tindakan yang meliputi berpikir positif terhadap masalah, berpikir positif terhadap kemampuan memecahkan masalah, berpikir secara sistematis, merumuskan masalah, mencari dan mengumpulkan fakta, memfokuskan pikiran pada fakta-fakta penting, menemukan gagasan (ide), memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya.
Semakin tinggi skor angket kemampuan menyelesaikan masalah maka semakin tinggi pula kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya. Sebaliknya, semakin rendah skor angket kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya maka semakin rendah pula kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya. Penyusunan aitem-aitem dalam skala kemampuan pemecahan masalah dikelompokkan menjadi aitem-aitem favourable dan unfavourable.
2. Keikutsertaan Jama’ah Shalat
Keikutsertaan jama’ah sholat di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Jama’ah halaqoh shalat khusyuk : adalah jama’ah yang mengikuti halaqoh shalat khusyuk.
b. Bukan jama’ah halaqoh sholat khusyuk : adalah jama’ah yang tidak mengikuti halaqoh shalat khusyuk.

D. Alat Pengumpulan Data
Baik buruknya suatu penelitian tergantung pada teknik pengumpulan data (Hadi, 2004). Menurut Suryabrata (1993) bahwa kualitas data ditentukan oleh alat pengukurnya. Adapun untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur skala Hadi (2004) menyatakan skala psikologi, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari berbagai alat pengumpul data yang lain seperti angkat daftar isian dan inventory dan lain-lain.
Penggunaan skala pada penelitian ini didasarkan atas karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yang dikemukakan oleh Azwar (1999), yaitu:
1. Stimulusnya berupa pertanyaan atas pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dengan atribut yang bersangkutan.
2. Atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku. Sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem.
3. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar atau salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang saling berkaitan dan berperan dalam menentukan alat ukur.
1. Validitas
Validitas suatu alat ukur adalah ukuran seberapa cermat alat ukur tersebut melakukan fungsinya (Azwar, 1999). Pengujian validitas yang dilakukan terhadap alat ukur dalam penelitian dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh aitem-aitem tersebut dapat mengungkap dengan jitu dan teliti segala yang diukur. Perhitungan mengenai validitas dengan cara mengkorelasikan nilai-nilai tiap aitem dengan struktural.
Untuk mengetahui validitas dari alat ukur dalam penelitian ini maka menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Carl Pearson. Setelah koefisien korelasi diperoleh, maka untuk menghindari pengaruh kelebihan muatan karena terikatnya skor aitem dalam skor total dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus Part Whole. Pengukuran validitas ini dibantu dengan program komputer SPSS 16 version for windows.
2. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat berarti mampu menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan kembali terhadap subjek yang sama (Azwar, 1999). Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur digunakan teknik varian dari Cronbach Alpha yang dibantu oleh program komputer SPSS 16 version for windows.

F. Metode Analisa Data
Metode analisis data pada penelitian ini akan dilakukan uji secara kuantitatif dengan menggunakan analisis data statistik. Menurut Hadi (2004) bahwa statistik memiliki tiga ciri pokok, yaitu:
1. Statistik bekerja dengan angka-angka, artinya angka tersebut menunjukkan jumlah atau frekuensi dan nilai
2. Statistik bersifat objektif sehingga unsur-unsur subjektif dapat dihindarkan dalam penelitian tidak berbicara lain selain apa adanya.
3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan disemua bidang penelitian.
Untuk menguji hipotesis, perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk, peneliti menggunakan analisis uji-t atau independent sample test, karena: 1) bertujuan untuk mengetahui perbedaan mean antar dua kelompok, 2) hanya terdiri dari satu jalur klasifikasi (jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk).
Untuk memudahkan analisa data, maka dalam penelitian ini penghitungan dibantu oleh program komputer SPSS 16 version for windows.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian
Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian, adapun tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Orientasi kancah penelitian
Proses penelitian ini melewati beberapa tahap persiapan. Persiapan penelitian diawali dengan menentukan lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih adalah masjid Fatimah dan masjid Al-Mukarrom yang terletak di wilayah Surakarta.
Alasan peneliti memilih masjid Fatimah dan masjid Al-Mukarrom di antaranya adalah:
a) Belum pernah diadakan penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah pada jamaah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jamaah shalat khusyuk.
b) Jumlah jamaah halaqoh di masjid Fatimah dan masjid Al-Mukarrom cukup memadai untuk pengambilan sampel penelitian sesuai dengan karakteristik populasi, sehingga memenuhi persyaratan untuk menjadi subyek penelitian.
c) Masjid Fatimah dan masjid Al-Mukarrom berada di Surakarta sehingga sesuai dengan tujuan penelitian.
d) Pihak masjid Fatimah yang digunakan sebagai tempat halaqoh shalat khusyuk dan pihak masjid Al-Mukarrom yang di gunakan sebagai tempat halaqoh pengajian umum bersedia memberikan ijin untuk dijadikan tempat penelitian.
Masjid Fatimah terletak di Jl. Dr Rajiman no. 193 Surakarta. Dari berbagai macam kegiatan kajian yang terdapat di masjid Fatimah salah satunya adalah pelaksanaan halaqoh shalat khusyuk yang dilaksanakan setiap seminggu sekali, tiap hari senin malam ba’da isya’ sampai dengan pukul 21.00 WIB.
Masjid lain yang dijadikan tempat penelitian adalah masjid Al-Mukarrom yang beralamat di Sogaten Rt.01 Rw.15 Pajang Laweyan Surakarta. Salah satu kegiatan rutin dari masjid Al-Mukarrom adalah pengajian umum yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali, tiap hari minggu pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.30 WIB.
2. Persiapan Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah skala kemampun pemecahan masalah.
Pada penelitian ini, skala kemampuan pemecahan masalah digunakan untuk mengungkap sejauh mana kemampuan pemecahan masalah pada jamaah halaqoh sholat khusyuk dan bukan jamaah halaqoh sholat khusyuk. Skala kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari dua aspek dari Anderson (dalam Suharnan, 2005) yaitu sikap dan tindakan yang meliputi berpikir positif terhadap masalah, berpikir positif terhadap kemampuan memecahkan masalah, berpikir secara sistematis, merumuskan masalah, mencari dan mengumpulkan fakta, memfokuskan pikiran pada fakta-fakta penting, menemukan gagasan (ide), memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya.
Skala kemampuan pemecahan masalah disusun oleh peneliti berdasarkan aspek dari Anderson (dalam Suharnan, 2005). Jumlah skala ini 49 aitem, terdiri dari 25 aitem skala favorable dan 24 aitem unfavorable. Bentuk pertanyaan dalam skala ini bersifat tertutup. Artinya subjek hanya memilih salah satu dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan berbentuk pernyataan, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), ragu-ragu (R), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Penilaian jawaban penyebaran skor yang internal dan berjarak sama yaitu bergerak satu sampai dengan lima.
Adapun blue print skala kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel 1.
A. Tabel 1
Blue Print Skala Kemampuan Pemecahan Masalah

No

Aspek Nomor Aitem
Jml.
Favorable Unfavorable
1 Sikap:
a. Berpikir positif terhadap masalah
1,12,18,19,34
3,4,25
8
b. Berpikir positif terhadap kemampuan memecahkan masalah
6,8,9,35,37
2,5,7,56
9
c. Berpikir secara sistematis 10,17,32,55 15,31,36,51 8
2 Tindakan:
a. Merumuskan masalah
24,29,30,33
16,20,38,52,57
9
b. Mencari dan mengumpulkan fakta 21,27,41,43 23,28,46 7
c. Memfokuskan pikiran pada fakta-fakta penting 13,14,22,53 26,42,48 7
d. Menemukan gagasan (ide) 47 40,45,49,54,58 6
e. Memilih gagasan terbaik dan melaksanakannya 11,39,44,60 50,59 6
Jumlah 31 29 60

3.Pelaksanaan Try Out
Try out dilaksanakan pada tanggal 11-15 Mei 2009. Subjek pada pelaksanaan try out adalah jamaah halaqoh sholat khusyuk, jamaah halaqoh masjid Al-Mukarrom, dan masyarakat umum. Peneliti mengumpulkan 60 angket dengan mendatangi rumah subjek satu per satu hingga terkumpul 11 angket dari jama’ah halaqoh sholat khusyuk, 27 angket dari jamaah halaqoh masjid Al-Mukarrom dan 22 angket dari masyarakat umum. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive non random sampling yaitu tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan menjadi subjek penelitian. Kriteria subjek beragama Islam dan berusia 20 tahun ke atas. Dari 60 subjek yang dibagikan skala, semuanya terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. Data inilah yang dipergunakan untuk menghitung validitas dan reliabilitas dari alat ukur tersebut.

4. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
a. Perhitungan Validitas Aitem
Berdasarkan hasil penghitungan validitas yang dilakukan, dari 60 aitem skala kemampuan pemecahan masalah, diketahui ada 11 aitem yang gugur dan 49 aitem yang valid. Aitem valid mempunyai koefisien validitas (rbt) bergerak dari rbt = 0,277 sampai 0,679 dengan p < z =" 2.972"> 0,05 yang berarti sebarannya normal.
b. Uji homogenitas varians. Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetauhi apakah varians skor subyek dari dua kelompok yang diteliti mempunyai ciri-ciri yang relatif tidak berbeda. Hasil uji homogenitas varians perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk. Hasil yang diperoleh adalah nilai Levene Statistic 0.728 dengan p > 0,05 yang berarti variansinya homogen.
c. Kategorisasi. Kategorisasi untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat variabel yang diukur. Berdasar hasil analisis, diketahui variabel kemampuan pemecahan masalah mempunyai rerata empirik 188,93 dan rerata hipotetik 147. Hal ini dilihat dari letak rerata empirik diantara +0,6 SD sebesar 166,59 dan + 1,8 SD sebesar 205,79. Artinya kemampuan pemecahan masalah pada seluruh subjek penelitian tergolong tinggi, baik pada jama’ah halaqoh shalat khusyuk yang memiliki rerata empirik sebesar 198.18 dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk yang memiliki rerata empirik sebesar 179.43. Hasil kategorisasi dapat dilihat pada tabel 4 dan penetapan kriteria dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4
Hasil Kategorisasi Variabel Kemampuan Pemecahan Masalah
Skor Kategorisasi Frekuensi
( Σ N ) Prosentase
( % ) Rerata
Empirik
49,02 ≤x< 88,21 Sangat Rendah - - -
88,21 ≤x< 127,41 Rendah - - -
127,41 ≤x< 166,59 Sedang 9 12 -
166,59 ≤x< 205,79 Tinggi 51 68 188,93
205,79 ≤x< 244,98 Sangat Tinggi 15 20 -
Jumlah 75 100% -

2. Uji hipotesis.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan t-test diperoleh nilai uji-t sebesar -4,181 dengan p < 0,01. Hasil ini berarti ada perbedaan yang sangat signifikan kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah shalat khusyuk. Dari hasil perhitungan juga diketahui mean jama’ah halaqoh shalat khusyuk sebesar 198,18 dan mean bukan jama’ah shalat khusyuk sebesar 179,43. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jama’ah halaqoh shalat khusyuk memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan bukan jama’ah shalat khusyuk. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima.
3. Analisis Deskripsi
Berdasarkan hasil analisis data diketahui rerata kemampuan pemecahan masalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk 198,18 dan rereta kemampuan pemecahan masalah bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk 179,43. Dengan demikian maka kemampuan pemecahan masalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk lebih tinggi di bandingkan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara kemampuan pemecahan masalah antara jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk, dimana jama’ah halaqoh shalat khusyuk memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.

D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis menggunakan t-test diperoleh nilai uji-t sebesar -4,181 dengan p < 0,01. Hasil ini berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara kemampuan pemecahan masalah pada jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk, dimana kemampuan pemecahan masalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah pada bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
Melalui shalat dengan khusyuk, Allah akan menolong seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup. Shalat dengan khusyuk dilakukan dengan kehadiran hati, lirih dan tenang, Al Baghawi (dalam Thalib,2001). Tenang dalam menjalankan shalat akan menjadikan seseorang lebih konsentrasi dalam memaknai setiap kalimat bacaan shalat yang akan memberikan dampak psikologis yang lebih baik dalam menghadapi permasalahan. Pada bacaan shalat, ada permohonan agar diberi petunjuk dalam setiap permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu, sehingga seorang individu akan merasakan ketenangan dalam menghadapi permasalahan dan menyerahkan segala urusan kepada Allah, serta menerima setiap permasalahan dengan senang. Perasaan senang dalam menerima setiap permasalahan yang ada, sangat dibutuhkan dalam tahap penyelesaian masalah, karena melalui perasaan senang maka individu akan bersifat menerima setiap permasalahan yang dihadapi, Menurut Thurstone (dalam Walgito, 1991) berpendapat bahwa individu dalam mengartikan suatu masalah akan bersifat positif bila masalah tersebut menimbulkan perasaan senang, sehingga individu bersifat menerima, tetapi dapat juga bersifat negatif jika masalah tersebut menimbulkan perasaan tidak enak sehingga individu bersifat menolak.
. Thabbarah (2001) mengemukakan bahwa upaya yang dilakukan agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui shalat khusyuk, salah satunya adalah bentuk kepasrahan atau tawakal. Tawakal kepada Allah berarti bahwa manusia harus menyerahkan semua urusan kepada Allah, sehingga individu tidak pernah dirisaukan oleh masa depan serta oleh hal-hal yang datang secara tiba-tiba yang disembunyikan oleh Allah, dan meminta ganti kekhawatiran dengan ketenangan kepada Allah. Jika individu pasrah dalam menghadapi permasalahan, maka tiap individu tidak akan merasa tertekan karena sikap mau menerima permasalahan dengan sikap tawakal.
Sikap menerima permasalahan akan membawa seseorang untuk berpikir positif terhadap permasalahan yang ada. Berpikir positif terhadap masalah merupakan salah satu aspek penting dalam pemecahan masalah, sehingga seseorang mampu berpikir secara sistematis, dapat menemukan gagasan dan berani melaksanakan gagasan terbaiknya serta mampu berkonsentrasi dalam pemecahan masalah, Anderson (dalam Suharnan 2005).
Daradjat (1990) mengatakan bahwa orang yang khusyuk dalam shalatnya dapat menyadari betapa besar pengaruh shalat bagi terciptanya ketenangan hidup, ketentraman lahir dan batin serta kesehatan jiwa pada umumnya. Melalui diri yang tenang, maka seseorang dapat berfikir dengan jernih dan dapat memulai mengambil langkah untuk menyusun tahap penyelesaian masalah, Kneeland (2001).
Anderson (dalam Suharnan, 2005) berpendapat bahwa individu dikategorikan sebagai pemecah masalah yang buruk apabila cenderung menemukan masalah dengan sikap tidak senang, sering merasa terancam, dan cenderung menghindari untuk memikirkan masalah
Thabarah (2001) menambahkan bahwa shalat dapat membuka peluang kepada seseorang untuk mengajukan permohonan kepada pencipta-Nya tentang apa saja yang diinginkan. Orang-orang yang melakukan shalat akan terkecuali dari sifat manusia pada umumnya, mereka tidak berkeluh kesah dalam kesusahan dan kemiskinan, karena mereka akan terlihat sabar, sadar dan insyaf, pemurah, serta tawakal dalam menghadapi berbagai macam permasalahan.
Allah SWT juga berfirman dalam [QS:Al-Baqarah(2):45], yang artinya “ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang –orang yang khusyuk”. Hal demikian menunjukkan bahwa seseorang yang dapat melaksanakan shalat dengan khusyuk maka akan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT dalam setiap permasalahan yang dihadapi.
Selanjutnya Thabbarah (2001) menambahkan bahwa seseorang yang menjalankan shalat dengan kekhusyukan maka di dalam dirinya telah berkembang kemampuan memusatkan pikiran dan kemampuan itu akan menjadi faktor yang sangat menunjang dalam menuntaskan semua pekerjaan dan permasalahan yang dihadapi.
Al Jauziyah (2008), mengungkapkkan bahwa dengan memaknai bacaan dalam shalat, maka akan memberikan dampak psikologis pada manusia berupa keyakinan serta ketenangan, sehingga manusia mendapatkan kemudahan dalam menjalani persoalan hidup dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah, maka seseorang akan merasakan kehadiran dan perlindungan serta pertolongan sepenuhnya dari Allah.
Jama’ah halaqoh shalat khusyuk diberi pelatihan dalam menuju kekhusyukan dalam menjalankan shalat, jama’ah dilatih untuk memaknai setiap bacaan dan gerakan dalam shalat. Melalui sikap khusyuk dan pemaknaan yang benar, maka jama’ah halaqoh shalat khusyuk selalu berusaha mengambil makna dari setiap kata dan kalimat yang diucapkan dalam shalat. Makna dari setiap bacaan dan gerakan dalam shalat akan membawa jama’ah halaqoh shalat khusyuk pada sikap mau menerima permasalahan dengan senang dan selalu berpikir positif bahwa setiap permasalahan adalah suatu proses pembelajaran bagi individu dan setiap permasalahan yang ada akan selesai karena Allah dan akan membawa hikmah yang positif bagi setiap individu yang melalui berbagai macam permasalahan hidup. Sedangkan pada bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk tidak ada pelatihan dalam menuju kekhusyukan dalam shalat. Halaqoh yang dilakukan oleh bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk merupakan suatu pengajian yang materinya berisi tentang pembahasan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan tidak ada pelatihan yang khusus mengenai tata cara shalat dengan khusyuk, sehingga jama’ah halaqoh shalat khusyuk memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
Berdasar hasil analisis, diketahui variabel kemampuan pemecahan masalah mempunyai rerata empirik 188,93 dan rerata hipotetik 147. Hal ini dilihat dari letak rerata empirik diantara +0,6 SD sebesar 166,59 dan + 1,8 SD sebesar 205,79. Artinya kemampuan pemecahan masalah pada seluruh subjek penelitian tergolong tinggi, pada jama’ah halaqoh shalat khusyuk yang memiliki rerata empirik sebesar 198.18 dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk yang memiliki rerata empirik sebesar 179.43, namun masih ada selisih rerata empirik sebesar 18.75 yang menunjukkan bahwa rerata empirik kemampuan pemecahan masalah pada jama’ah halaqoh shalat khusyuk lebih tinggi daripada rerata empirik pada bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
Selain melalui shalat dengan khusyuk, pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, kepercayaan diri dan lingkungan sosial, sehingga akan menjadikan suatu penunjang dalam kemampuan pemecahan masalah pada tiap-tiap individu.

E. Kelemahan Penelitian
Beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini antara lain:
1. Generalisasi dari penelitian ini terbatas pada populasi dimana penelitian ini dilakukan, sehingga penerapan pada lokasi lain harus didasari dengan penelitian yang memperhatikan perbedaan karakteristik pada tiap individu dengan memperhatikan berbagai macam faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah.
2. Subyek dan variabel penelitian perlu diperluas atau ditambah lagi agar generalisasi kesimpulan menjadi lebih luas.






BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Ada perbedaan yang sangat signifikan antara kemampuan pemecahan masalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk dan bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
2. Kemampuan pemecahan masalah jama’ah halaqoh shalat khusyuk lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah pada bukan jama’ah shalat khusyuk.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka penulis dapat memberikan saran kepada:
1. Bagi pimpinan masjid
Diharapkan dapat menambahkan kegiatan halaqoh yang dapat memberikan manfaat bagi jama’ah halaqoh, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah yang selalu dibutuhkan setiap menghadapi suatu permasalahan hidup. Sehingga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada semua jama’ah halaqoh, baik jama’ah halaqoh shalat khusyuk maupun bukan jama’ah halaqoh shalat khusyuk.
2. Bagi jama’ah halaqoh
Dapat mempertimbangkan dalam memilih jenis kegiatan halaqoh, sehingga dapat memperoleh manfaat yang lebih dari kegitan halaqoh khususnya yang berkaitan dengan halaqoh shalat khusyuk yang dapat memberikan peningkatan pada kemampuan pemecahan masalah.
3. Bagi masyarakat umum
Masyarakat diharapkan mengetahui manfaat dari kegiatan halaqoh shalat khusyuk yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah pada seseorang, sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengikuti jenis kegiatan halaqoh.
4. Bagi ilmuwan psikologi
lmuwan psikologi diharapkan mampu menelaah hasil penelitian ini, dan menjadikan sebagai wacana pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu psikologi.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema yang sama diharapkan
a. Menambah variabel atau menyertakan faktor-faktor yang dapat mempengauhi kemempuan pemecahan masalah seperti; inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, kepercayaan diri dan lingkungan sosial.
b. Memperluas populasi atau ruang lingkup penelitian, sehingga generalisasi menjadi lebih luas.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S.N.A. 2006. Seni Shalat Khusyuk (Rahasia Meraih Kenikmatan dalam Shalat). Solo: Jembatan Ilmu.
Al- Hasani, K. 1992. Shalat Penerang Umat. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Al- Jauziyah, I.Q. 2008. The Secret of Sholat: Energi Dahsyat dibalik Bacaan dan Gerakan. Jakarta:Pustaka Fahima.
Al Ghazali.1995. Rahasia-Rahasia Shalat. Bandung: Karisma.
Al Munajjid, M.2002. 33 Kiat Shalat Khusyuk. Surabaya: Gema Insani.
Al-Qur’an dan Terjemahan. 2001. Semarang: CV. Toha Putra.
Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi III). Jakarta: Gramedia.
Astono, B. 2001. Anak Cerdas dan Kreatif. Jakarta: Erlangga.
As-Shiddieqy, H. 1986. Pedoman Shalat. Jakarta: Bulan Bintang.
Azwar, S. 1999. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
.1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, C. P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi (Alin Bahasa: Kartono, K). Edisi I Cetakan Ke-2. Jakarta: Grafido Persada.
Daradjat, Z.1990. Shalat Menjadikan Hidup Bermakna. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Davidoff, L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar I. Jakarta: Erlangga.
Hadi, S. 2004. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset.
. 2004. Metodologi Research, Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
. 2004. Metodologi Research, Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.
Hernawati, NM.2006. Hubungan antara Kemandirian dan Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Remaja yang tinggal di Panti Asuhan. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gunarso, D. 1990. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Kneeland, S. 2001. Solving Problem: Pemecahan Masalah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Kresnawati. 2004. Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lari, M. 2003. Hidup Kreatif. Depok: Inisari Press.
Martiyastuti, L. 2008. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Kemandirian dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Monks, F. J. Knoers, A.M.P, 2001. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Monica, Ell. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Pendekatan Berdasarkan Pengalaman (Terjemahan: Elly, M. dkk). Jakarta: EGC.
Munandar, U. 1999. Kreativitas Keterbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi dan Bakat. Jakarta: Grafindo.
Prasetya, B.K. 2002. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Semarang: UPT. Penerbitan Universitas Katolik Soegiopranata.
Sangkan, A. 2006 . Pelatihan Sholat Khusyuk. Jakarta: Baitul Ihsan.
Shihab, MQ. 2000. Tafsir Al Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an Volume 9. Jakarta: Lentera Hati.
Syafi’i ,A. 1984. Pengantar Shalat yang Khusyuk. Bandung: Remaja Rosyda Karya.
Setiyowartini, A. 2008. Pengaruh Pelatihan Kreativitas terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa Siswi Sekolah Dasar. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Stein dan Book. 2000. Ledakan IQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (terjemahan Rainy, T dan Martanto, Y). Bandung: Kaffa.
Suadirman.1992. Komunikasi dan Perubahan Mental. Yogyakarta: Studing.
Suharnan. 2005.Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Suryabrata, S. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali.
Susilowati, D. 2004. Kemampuan Pemecahan Masalah ditinjau dari Efikasi Diri dan Peran Jenis Kelamin. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Thabbarah, A.A.F. 2001. Ruh shalat Dimensi Fiqih dan Kejiwaan. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Thalib, M. 2001. Tunyunan Khusyu’ Shalat. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
Widayatun, T.R. 1999. Ilmu Perilaku. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Woolfolk, A.E dan Nicholich, L.M. 2004. Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi Pembelajaran I). (terjemahan: Anam, M.K). Jakarta: Inisiasi Press.
Yusuf, R.A. 1985. Indeks Al-Qur’an. Bandung: Pustaka.